Sebelum Tao Mandi

“Temani aku mandi.” ucap Tao datar begitu pintu tetangganya terbuka. Sambil menguap Oh Sehun hanya mengangguk-angguk lalu mengekor langkah Tao menuju flatnya. Tanpa perlu dikomando lagi, si setan putih menarik lesu bangku kecil di dekat pintu kemar mandi Tao lalu duduk meneruskan tidurnya disana.

“Jangan tidur bendan!” sentak Tao sambil menarik daun telinga Sehun.

“Sakit!” pekik Sehun lalu menepis kasar tangan Tao dan mengusap telinganya yang memerah, ia mendongak dan menatap sebal Cina cerewet di depannya lalu serta merta tangannya menarik pergelangan tangan Tao, membuat pemuda itu jatuh terduduk di pangkuan Sehun dalam posisi menyamping.

“Kau sudah melakukan kekerasan ya kungfu panda, dan kau harus bertanggung jawab.” gumam Sehun di telinga Tao lalu perlahan meraih dagu tetangganya itu agar menoleh padanya.

Tao seperti disihir, hangat tubuh Sehun yang melingkupinya seperti punya pengaruh dan kendali tersendiri atas dirinya. Otak dan raganya saling bertolak, ia ingin berdiri tapi tubuhnya malah semakin merapat pada si setan putih.

“Aku-mau-mandi-Sehun.” Tao tersengal, matanya enggan beradu pandang dengan Sehun. Dan bukan Oh Sehun namanya kalau langsung mengabulkan ucapan Tao.

“Tanggung-jawab-Huang-Zi-Tao.” balas Sehun dengan intonasi yang sama lalu menempelkan ujung hidungnya di hidung Tao.

Tao mengernyit, pada akhirnya ia menatap Sehun. Dan detik itu pula ia kalah telak, tak bisa berkutik, mati kutu. Satu-satunya gerakan yang dibuatnya hanya mengerjap cepat saat bibir Sehun mulai menggapai bibirnya. Menghisap pelan, sedikit demi sedikit.

Jantungnya, jantungnya berlompatan di dalam sana. Seperti gendang yang tengah bertalu, Huang Zi Tao masih membuka mata sementara setan putih di depannya sudah terpejam dan tangannya memeluk hangat pinggul Tao.

Oh Sehun menghembuskan nafas hangatnya sesekali di wajah Tao sementara tangannya mulai kurang ajar menyusup di balik kaus Tao, menyentuh langsung kulit punggung si panda dengan telapak tangannya.

Tao melenguh pelan, sengatan di punggungnya membuat darahnya berdesir dan mendorongnya untuk membalas perlakuan Sehun. Dikecupnya lamban bibir Sehun lalu masih malu-malu ia membuka mulutnya, mengijinkan lidah basah yang licin itu berkunjung ke rongga mulutnya, menyapa setiap deret giginya lalu dengan nakal menggelitik langit-langit mulutnya.

Sejenak tautan yang basah dan panas itu terlepas. Dua orang pelakunya berebut oksigen dalam diam dan mata yang terkadang saling melempar pandang.

“Sudah mandi sana, sekarang aku sudah tidak ngantuk lagi. Terimakasih.” ucap Sehun enteng sambil menyeka bibirnya yang basah entah itu karena liurnya atau liur Tao, atau campuran keduanya. Ia terkekeh geli melihat wajah Tao yang memerah padam. Dalam hati ia berdoa agar Tao segera menjauh darinya, sebelum ia kehilangan kendali dan melakukan hal yang lebih kurang ajar dari ini.

“Dasar mesum.” cibir Tao lalu segera beranjak dari pangkuan Sehun dan melangkah kasar menuju kamar mandi.

“Hei, Tao.” panggil si Oh yang bibirnya tampak lembab lalu beranjak dari duduknya mendekati Tao yang berhenti di depan pintu kamar mandi. Si setan menyeringai penuh maksud dan perasaan Tao tidak enak.

“Kutemani di dalam boleh?”

Huang Zi Tao melotot lalu dengan cepat ia melesat masuk dan membanting pintu kamar mandi tepat di depan wajah Sehun.

Brak!

“DUDUK DISITU DAN TUNGGU SAMPAI SELESAI!”

Teriak si cerewet dari dalam. Sehun memasang wajah muak lalu menggosok-gosok telinganya.

“Geurae geurae!! Eish.”

Fin

[JiHae] Triple Poppo

krislanohok

“Masak?” si Norak Tampan Sialan (kata Jihyun begitu) Lee Donghae melangkah santai menuju pantry lalu berhenti di samping perempuan cantik bermulut tajam yang sudah ia nikahi dua tahun ini lalu menyenggol iseng lengannya.

“Bukan, aku sedang menulis essay.” yang ditanya menjawab asal. Lagipula pertanyaan Donghae barusan rasanya sia sekali, toh ia punya mata, ia bisa melihat kalau yang tengah dilakukan si Kim ini adalah meniriskan mie instan.

Donghae tertawa renyah lalu mencubit gemas pipi sang istri. Jihyun hanya melirik lalu mengusap kasar pipinya. Padahal tangan Donghae bersih.

“Masih marah?” Donghae kembali menyenggol lengan Jihyun hingga yang kini sudah memindah mienya ke atas piring.

“Diam kau, nappeun neom,” balas Jihyun bengis sambil mengaduk kasar mienya.

“Sayang kan tapi?” masih betah menggoda istrinya, Donghae lalu mencolek pelan pinggang Jihyun, membuat hawa cantik itu jelas tersentak lalu melotot.

“Pergi sana!” hardik Jihyun tanpa memandang pria Mokpo di sampingnya. Bumbu mienya sudah merata namun ia terus saja mengaduk, tanpa berniat beralih dari meja pantry menuju meja makan.

“Aku mencintaimu Ji,” goda Donghae lagi sengaja di telinga Jihyun, dan ungkapan cintanya hanya dibalas cibiran.

“Kalau mau senyum, senyum saja. Pakai diganti cibiran begitu, kan aku jadi gemas.” Donghae berucap geli lalu tanpa peduli wajah masam (pura-pura) Jihyun, ia meraih kedua pipi yang mulai tampak berisi di depannya itu dan membawanya mendekat lalu mengecup cepat bibir Jihyun yang malam ini tak dipolesi apapun.

“Pikirmu aku sudah memaafkan?” tanya Jihyun begitu Donghae menjauhkan bibir tapi tidak dengan kedua tangannya yang masih menangkup kedua pipi Jihyun.

“Jadi belum dimaafkan? Yasudah, aku cium saja lagi sampai dimaafkan.”

Muah!

Muah!

Muah!

“Kau memang brengsek Lee Donghae,”

“Terimakasih mau menikah dengan orang brengsek ini, rela mendampingi sampai sekarang malah,”

Kim Jihyun mengepal tangan, matanya memicing menatap pria didepannya ini. Dia masih kesal tapi juga semakin cinta pada Lee Donghae ini pada waktu bersamaan.

Sialan memang. Bahkan saat marahpun ia masih mencintai Donghae, tidak bisa benar-benar marah sebenarnya. Sejak dulu, selalu seperti itu.

Fin

Good Morning

Kyungsoo duduk menghadap meja belajarnya, dan sesekali menoleh ke arah Min Ah yang masih terlelap. Ia terkikik pelan saat melihat air liur menetes dari sudut bibir Min Ah lalu dengan telaten mengusapnya dengan tissu hingga akhirnya membuat Min Ah terbangun.

“Oh astaga Kyungsoo, kau melihat wajah jelekku. Memalukann.” erang Min Ah yang matanya masih setangah terbuka dan sadar akan apa yang Kyungsoo lakukan padanya.

“Mwoya, aku sudah sering lihat wajah tidurmu. Di kelas dulu juga kau sering tidur.” balas Kyungsoo sambil melempar gumpalan tissu di tangannya ke dalam tempat sampah lalu beralih duduk di sisi kasur.

“Ah tetap saja memalukan.” rutuk Min Ah seraya berbalik memunggungi Kyungsoo dan menarik selimut hingga kepala. Kyungsoo melirik geli lalu menarik pelan selimut Min Ah.

“Ireona, ayo sarapan.” ucap Kyungsoo sambil mencubit pelan pipi Min Ah dan beranjak dari kasur. Tapi belum sepenuhnya Kyungsoo berdiri, Min Ah tiba-tiba menahan ujung kaus Kyungsoo.

“Wae?” Kyungsoo menoleh dengan alis terangkat.

“Nanti siang…buatkan kimbab, mau?” pinta Min Ah begitu manis. Kyungsoo tertawa renyah lalu mengangguk.

“Iya.”

Min Ah tersenyum lebar kemudian menyeruak dari selimutnya dan menegakkan badan begitu semangat.

“Assa! Aku mencintaimu Kyungsoo.” sorak si Bang sambil menguncir asal rambutnya.

“Mm, na do.” Kyungsoo menjawab geli lalu menggandeng Min Ah menuju pintu.

Fin

Confession

Sementara Kakek dan Nenek sudah pergi ke kamar mereka sejak tadi. Min Ah dan Kyungsoo masih bertahan di ruang tengah. Duduk bersebelahan di sofa hangat namun tak bicara sepatah katapun. Entah memang acara tv yang tengah mereka tonton terlalu menyita perhatian, atau mereka yang sibuk dengan pikiran masing-masing.

Kyungsoo diam-diam melirik Nona Bang di sampingnya lalu dengan iseng melempar remahan biskuit ke pipi gadis yang biasanya berisik itu. Min Ah mendengus tak terima lalu mengusap pipinya, ia menoleh sebal pada Kyungsoo lalu mencubit perut si Do tanpa bicara.

Baiklah, nampaknya atmosfer mulai kembali seperti semula.

“Sakit.” keluh Kyungsoo sambil mengusap perutnya sementara Min Ah hanya mencibir.

“Kau yang mulai. Tumben usil?” jawab Min Ah dengan mata dipicingkan. Kyungsoo tertawa pelan lalu menarik pelan pipi Min Ah.

“Kau sendiri, tumben pendiam?”

Oke, Min Ah kalah sekarang. Kelopak matanya mengerjap cepat. Ah, pertanyaan Kyungsoo membuatnya kelimpungan.

“Ya memang kau tidak pusing mendengarku bicara terus?” tanya Min Ah dengan dagu diangkat menantang.

“Kalau aku bilang iya, memang kau mau ganti uang pengobatannya?” balas Kyungsoo yang kemudian terkekeh sendiri. Min Ah membulatkan bibir, ia menatap Kyungsoo tak percaya lalu mendesis kesal sambil mengipasi wajahnya dengan tangan.

“Ya Bang Min Ah. Setelah ini pulanglah denganku.”

Gerakan tangan Min Ah terhenti, ia refleks menoleh pada Kyungsoo yang mimiknya berubah serius sekarang. Darahnya berdesir saat sahabatnya itu menatapnya langsung ke manik mata.

“Pulang kemana Do Kyungsoo, aku kan tak punya rumah.” jawab Min Ah cemberut, pandangannya ia alihkan ke arah lain kemudian berpura-pura sibuk dengan remote tv.

“Kau punya rumah. Kita…punya rumah.” jawab Kyungsoo lagi sambil meraih tangan Min Ah kemudian menggenggamnya lembut. Bang Min Ah terpaku beberapa saat, kembali ia menatap Kyungsoo dan pria itu tengah tersenyum tulus padanya.

“Aku….mencintaimu. Bang Min Ah.” ungkap Kyungsoo sepenuh hati kemudian mengecup lembut kening Min Ah. Dibiarkannya bibirnya masih menempel di kening Min Ah beberapa saat, sembari menunggu detak jantungnya kembali stabil.

Min Ah menggigit lidahnya sendiri dan ia nyaris memekik karena rasa sakit. Dan ini ternyata memang bukan mimpi. Kyungsoo mencintainya, ya…pria itu baru mengatakannya barusan dibarengi dengan kecupan hangat yang mendarat di keningnya sekarang.

Kyungsoo menghela nafas pelan, bibirnya perlahan turun ujung hidung Min Ah. Mendaratkan kecupan singkat penuh sayang disana, sebelum mempertemukan bibirnya dengan bibir manis Min Ah.

“Kalian belum tid–omona!”

Refleks, Min Ah yang melihat samar (karena ia belum sepenuhnya memejamkan mata) kedatangan Nenek Do, langsung mendorong Kyungsoo hingga nyaris jatuh dari sofa.

“Halmeoni mengagetkan saja aduh.” rintih Kyungsoo sambil mengusap pingganganya sementara Min Ah hanya meringis dengan wajah memerah.

“Maaf, aku cuma mau ke toilet. Maaf sudah mengganggu kalian.” sungut Nenek Do yang entah kenapa nada menyesalnya justru terdengar dibuat-buat.

………………….

Dan setelah insiden ‘ketahuan’ yang memalukan di ruang tengah tadi, Kyungsoo dan Min Ah memutuskan untuk pindah ke kamar Kyungsoo. Tidak, bukan untuk melakukan yang aneh-aneh. Tapi karena malam sudah semakin larut dan menuntut keduanya untuk segera beristirahat.

“Kyungsoo-ya.” panggil Min Ah yang berbaring di atas kasur lalu menoleh kearah Kyungsoo yang berbaring di sofa di seberang tempat tidur. Kyungsoo yang tadinya hanya menatap langit-langit kamar, kini beralih memandang Min ah.

“Hm?”

“Aku juga mencintaimu.”

Fin.