Ramyun dan Ucapan Kyungsoo

Do Kyungsoo melonggarkan dasi sementara tangan satunya terulur menekan bel beberapa kali hingga akhirnya terdengar suara bergemeretak dari balik pintu tanda Bang Min Ah sedang membuka kuncinya dan dalam hitungan detik munculah wajah cantik itu menyambut Kyungsoo.

“Ayo masuk! Aku sedang makan ramyun!” ajak Min Ah yang rambutnya dikuncir sembarangan itu lalu menarik lengan Kyungsoo begitu semangat.

“Kenapa tidak makan nasi?” tanya Kyungsoo setelah ia dan Min Ah tiba di depan meja makan kemudian duduk bersebelahan. Min Ah tak menjawab, ia justru menyerahkan sumpit pada Kyungsoo sementara tangan satunya sibuk mengaduk si ramyun yang masih mengepul uapnya dalam panci kuningan milik Kyungsoo.

“Aku maunya makan ini.” Min Ah kemudian menjawab cuek sambil meniup-niup ramyun yang sudah ia jepit dengan sumpit. Alih-alih memasukkan ke mulutnya, si berisik ini justru meyodorkannya ke mulut Kyungsoo yang setengah kaget membuka mulutnya. Min Ah tersenyum puas lalu kembali sibuk dengan ramyun untuknya sementara Kyungsoo asyik mengunyah.

“Bagaimana presentasimu?” tanya Min Ah sambil mengerjap cepat saat uap ramyun menyapa wajahnya ketika ia terlalu menunduk pada panci dan Kyungsoo tertawa saat melihatnya.

“Semuanya lancar. Terimakasih cat kukunya.” Sahut Kyungsoo kemudian melakukan kebiasaannya – mencubit pipi Min Ah. Bang Min Ah membulatkan bibirnya, bingung mengapa Kyungsoo tiba-tiba berterimakasih atas cat kuku padahal tadi malam si Do itu tampak begitu tak terima. Tak sampai Min Ah menyuarakan kebingungannya, Kyungsoo seolah tau apa yang di benak sahabatnya ini kemudian berdeham dan kembali berucap,

“Jadi pemilik perusahaan kosmetik yang akan kerjasama dengan kami itu, suka warna kukuku. Dan dengan begitu saja menyetujui kontrak. Konyol kan?”terangnya lalu terkekeh geli sendiri diikuti Min Ah disela kunyahannya.

“Dia wanita?” Min Ah memiringkan kepala, refleks tangannya terulur mengusap sudut bibir Kyungsoo saat ada sisa kuah tertinggal disana. Kyungsoo mengangguk santai seraya menggapai kotak tissu, menarik selembar isinya lalu gantian membersihkan ibu jari Min Ah yang sudah mengusap sisa kuah tadi.

“Hmm terkadang perempuan itu susah dimengerti memang. Hal yang menurut mata pria sepele, justru sebenarnya punya nilai besar di mata perempuan.” kata Min Ah sambil mengangguk-angguk. Kyungsoo tersenyum, matanya menatap teduh Hawa di depannya.

“Iya, aku tau.” sahut Kyungsoo paham.

“Kyungsoo-ya.” panggil Min Ah begitu ia selesai menghirup kuah ramyun langsung dari pancinya. Dan dijawab gumaman oleh sang karib.

“Kalau nanti, kau menikah….apa kau masih akan menjagaku? Seperti sekarang? Atau…lupa padaku?”

Kyungsoo mengangkat alisnya kemudian memiringkan posisi duduknya sedikit menghadap kearah Min Ah.

“Itu takkan terjadi.”

“Ha? Kau tak akan menikah? Kau mau jadi pendeta?”

“Bukan…, aku takkan menikah kalau kau belum menikah.”

“Apa-apaan itu.”

“Kalau kau sudah menikah aku baru bisa tenang.”

“Ayolah Kyungsoo, aku bukan puterimu.”

Min Ah merajuk, bibirnya mengerucut lalu beranjak malas dari duduknya dan membawa panci tadi ke bak cuci piring dan menaruhnya lesu disana. Kyungsoo yang melihat gerak-gerik Min Ah hanya mengulum senyum kemudian menyusul Si Cantik.

“Kalau kau yang meninggalkanku duluan, aku tak apa. Tapi kalau aku..meninggalkanmu, aku tak pernah memikirkannya Bang Min Ah.” ucap Kyungsoo sungguh-sungguh. Baginya Bang Min Ah ini sudah seperti bagian lain dari dirinya. Ia sadar betul tak ada siapapun yang dimiliki gadis ini selain dirinya.

Baiklah, mungkin Min Ah masih punya ayah. Tapi ia sudah menghapus sang ayah (walau sebenarnya tak ada hubungan darah yang bisa dihapus atau diputus) semenjak Sang Kepala Keluarga pergi pada wanita lain dan ibunya bunuh diri.

“Kau membuatku mau menangis Kyungsoo.” Min Ah menoleh, matanya berkaca-kaca dan bibir berkedut. Wajahnya tampak lucu sekarang dan Kyungsoo tak bisa menahan senyumnya.

“Kemarilah jelek.” Kyungsoo membuka kedua tangannya dan serta merta, Min Ah mendarat hangat di dadanya. Dipeluknya perlahan tubuh mungil Min Ah sambil sesekali menepuk pelan punggung si Bang yang rupanya sungguhan menangis itu.

“Sudah jangan menangis Bang Min Ah.”

“Kau yang membuatku menangis.”

“Ssh, sudah sudah. Nanti kubuang semua koleksi lipstik dan cat kuku–awww! Sakit! Kenapa mencubit! Aish.”

Fin.

Presentasi Kyungsoo

Do Kyungsoo yang tengah berdiri di depan cermin terdengar bersenandung pelan sambil memasang dasinya begitu rapi. Sejenak pandangannya mengarah pada tangan kanannya, lebih tepatnya pada kelima kukunya yang berwarna ungu muda.

Sudut bibirnya berkedut kemudian membentuk sebuah senyuman. Sejurus kemudian, disambarnya jas, kunci mobil serta tas kerjanya, dan bergegas keluar kamar.

“Sudah mau berangkat ya?” tanya Min Ah dari dapur. Kyungsoo mengangkat alis, sedang apa perempuan itu di dapur? Bukannya tugas membuat sarapan dipegang Kyungsoo?

“Nih, aku buatkan sarapan hehe.” dengan senyum cerah Min Ah memamerkan sepiring telur orak-arik buatannya penuh bangga. Kyungsoo tersenyum, ia mengerling jam dinding di ruang tengah dan sepertinya masih banyak waktu untuk sarapan. Si Do yang tak terlalu tinggi ini lalu berbelok menuju meja makan.

“Tumben kau buat sarapan?” tanya Kyungsoo yang sudah duduk apik di depan meja makan sambil menyambut piring dan garpu yang disodorkan Min Ah.

“Habisnya kau tidak bangun-bangun. Yasudah aku yang buat sarapan.” jawab Min Ah santai lalu duduk di samping Kyungsoo dengan sebelah tangan menopang dagu mungilnya.

“Begitu ya. Terimakasih.” Kyungsoo mulai melahap santapan paginya sambil sesekali melirik Min Ah kemudian mencubit pelan pipi sahabatnya itu.

“Enak?” tanya Min Ah begitu ingin tahu. Kyungsoo mengangguk lalu mengacungkan ibu jarinya. Padahal yang sebenarnya ia rasa adalah, telur buatan Min Ah terlalu asin.

“Assa! Aku mencintaimu Kyungsoo!” ucap Min Ah begitu riang kemudian beranjak menuju kulkas, mengambil sekotak susu lalu menuangkannya di gelas untuk Kyungsoo yang baik hati ini.

“Minumlah,” ia meletakkan gelas tadi di samping piring Kyungsoo lalu bersandar di pinggiran meja makan. “Semangat untuk presentasimu hari ini. Aku tau Do Kyungsoo selalu hebat. Hwaiting Hwaiting!” ia mengepalkan tangannya dan menggoyangnya di depan Kyungsoo tanda menyemangati.

“O, aku berangkat dulu oke. A chakamman, kau tak kerja hari ini?” Kyungsoo mengusap cepat sekitar mulutnya dengan serbet seraya bangkit dari duduknya.

“Hari ini free.”

“Oh.., keureom aku berangkat ya.”

“Ne ne ne! Semangat Kyungsoo-ya!”

“O, kau hati-hati di rumah.”

“Yes Captain!”

………………………

“Kyungsoo-ssi, kukumu kenapa?” tanya Byun Baekhyun asisten Kyungsoo setibanya ia di tempat kerjanya. Kyungsoo menatap tangan kanannya lalu menghela nafas panjang.

“Kukunya dicat.” si Do menjawab sumbang sementara pria di depannya merapatkan bibir menahan tawa.

“Aku pikir karena menghadapi klien hari ini.” ujar Baekhyun yang sudah siap dengan agenda di tangannya kemudian melangkah bersama Kyungsoo menuju ruang meeting.

“Kenapa dengan klien hari ini?” Kyungsoo bertanya tak mengerti.

“Seorang wanita. katanya perusahaan kita mau buat kerjasama perusahaan kosmetik miliknya.” Baekhyun menerangkan dengan volume rendah dan Kyungsoo hanya mengangguk-angguk. Ia tau mengenai perusahaan kosmetik itu hanya saja tak mengetahui kalau pemiliknya adalah seorang wanita.

Dan beruntunglah, sepanjang presentasi yang ia bawakan. Kyungsoo tak menemukan kesulitan. Tiap kali pandangannya tak sengaja mengarah pada jari kanannya, ia tersenyum samar sendiri tak menyadari bahwa para koleganya justru kelihatan heran dan geli dengan warna kukunya.

“Ternyata Kyungsoo-ssi orang yang unik ya.” seorang perempuan menjejeri langkah Kyungsoo sekeluarnya ia dari ruang meeting. Kyungsoo tersenyum tipis, perempuan ini mengenalkan dirinya sebagai asisten kliennya di ruang meeting tadi. Dan namanya, Park Chorong.

“Karena cat kuku ya?” tanya Kyungsoo meringis.

“Iya, kekasihmu yang melakukannya? Hari ini kulihat memang sedang trend pasangan mencat kuku dan rambut dengan warna yang sama.”

“Ahaha, bukan bukan kekasihku.”

“Eh?”

“Dia….lebih berarti dari itu.”

“Begitu ya. Oh iya Kyungsoo-ssi, apa kau keberatan kalau aku mengajakmu makan siang?”

“Tidak, tentu saja tidak Chorong-ssi.”

Fin

Kyungsoo Dan Cat Kuku Min Ah

Mata sipit itu melirik pria di samping yang tengah sibuk dengan laptop di pahanya. Si pemilik mata sipit tadi, Bang Min Ah yang sejak tadi berceloteh tanpa henti tentang apapun yang dilewatinya seharian ini kemudian mendengus. Ia menengok iseng layar laptop Do Kyungsoo yang selama ia bercerita panjang lebar dan antusias tadi hanya menanggapinya dengan gumaman lalu terkadang tawa sumbang.

“Mau presentasi besok?” tanya Min Ah dengan alis terangkat begitu melihat apa yang sudah membuat Kyungsoo mengabaikannya.

Yang ditanya mengangguk, bibirnya masih mengatup rapat. Sejurus kemudian matanya bergerak, menatap Min Ah.

“Aku dengar kok, cerita saja lagi.” suruh Kyungsoo paham akan ekspresi yang ditunjukkan sahabatnya ini.

“Tidak ah, aku mau mandi saja.”

“Jadi dari tadi kau belum mandi?”

Sepasang bola mata yang bulat itu melebar menatap Min Ah yang kini sudah beranjak dari sofa dan menjulurkan ujung lidahnya saat Kyungsoo bersiap melemparnya dengan bantal sofa.

“Jorok sekali kau Bang Min Ah.”

“Tapi aku tetap cantik.”

Kyungsoo hanya menanggapinya dengan tawa lepas lalu kembali fokus pada power pointnya dan membiarkan Min Ah melesat ke kamar mandi.

“Kyungsoo-ya! Aku pakai shampomu ya? Punyaku habis!”

Ternyata ia belum bisa tenang. Si Berisik Bang masih saja merecokinya dari jauh. Kyungsoo menghela nafas panjang,

“O, pakai saja.” kemudian ia menjawab singkat.

…………………..

“Uwah, Kyungsoo-ya…bahkan shampomu wanginya lebih enak dari punyaku. Ah jinjja johaayo. A, chakamman… Kau pakai shampo wanita?” celoteh Min Ah sambil menggosokkan handuk ke rambut setengah keringnya lalu kembali duduk di sebelah Kyungsoo.

Merasa kembali tak mendapat jawaban, Min Ah lalu menoleh cemberut, niatnya hendak merajuk tapi batal saat melihat kepala Kyungsoo yang tertunduk berikut dengkuran pelan yang mulai terdengar.

Bang Min Ah mengalungkan handuknya di leher kemudian pelan-pelan mengambil laptop Kyungsoo dan meletakkan benda yang masih menyala itu di atas meja. Dipandangnya Kyungsoo yang jatuh tertidur itu sambil tertawa-tawa lalu dengan tergesa melompat dari sofa dan berlari menuju kamarnya.

Beberapa detik kemudian, Si Cantik Berisik ini kembali dengan sebotol cat kuku di tangannya. Sambil terkikik sendiri ia lalu kembali duduk di samping Kyungsoo.

“Aku sudah lama mau melakukan ini. Hihi.” gumam Min Ah lalu duduk menyamping menghadapa Kyungsoo, memangku bantal sofa dan meletakkan tangan Kyungsoo pelan-pelan di atasnya.

Do Kyungsoo yang sudah terlelap begitu nyenyak, sama sekali tak menyadari kalau Min Ah sekarang mulai mengecat kukunya dengan warna yang sama seperti kuku Min Ah.

Ungu Muda.

“Aaa, jinjja ippeuda.” bisik Min Ah atas karyanya sendiri begitu senang. Setelah puas mengecat kelima jari kanan Kyungsoo, ia perlahan meniupinya. Terlalu asyik mengeringkan kuku Kyungsoo, Min Ah tak menyadari kalau temannya itu mulai bergerak dan akhirnya terbangun.

“Sedang apa kau hm?” tanya Kyungsoo parau sambil menegakkan punggungnya. Sekilas ia melirik heran Min Ah yang masih meniupi tangannya.

“Nih lihat.” dengan senyum lebar Min Ah mengangkat tangan kanan Kyungsoo, memamerkan pada sang empunya.

“Tanganku kenap–Ya Tuhan Bang Min Ah!” mata bulat Kyungsoo semakin melebar sempurna melihat warna kukunya sekarang.

“Ippeujji?” tanya Min Ah tanpa merasa bersalah. Tak diacuhkannya wajah syok Kyungsoo.

“Ya Bang Min Ah, besok aku presentasi. Berhadapan dengan klien dan para atasan. Dan…kuku..ku..kau,” Kyungsoo berucap tak percaya, tubuhnya mendadak lemas. Sementara Min Ah masih tampak bahagia.

“Waegurae…ini manis Kyungsoo. Kata siapa laki-laki tidak boleh dicat kukunya? Kau lihat Lee Hongki vokalis FT. Island itu, dia suka mewarnai kukunya. Dan gadis-gadis suka.” balas Min Ah masih tak merasa bersalah. Kyungsoo memijit pelipis lalu bertingkah seolah hendak memukul kepala Min Ah.

“Tapi bukan dengan warna seperti ini juga…Min Ah, Tuhan.” rutuk Kyungsoo menatap nanar kelima jari kanannya kemudian beralih menatap Min Ah memelas.

“Jangan dihapus ya Kyungsoo. Pokoknya jangan oke? itu warna yang sama dengan punyaku sekarang, lihat.” begitu antusias, Si Cantik kemudian memamerkan kesepuluh jemari lentiknya ala giyeomi pada Kyungsoo.

Kyungsoo menghela nafas. Ini sebenarnya menyebalkan tapi juga menggelikan di saat bersamaan. Dan senyum lebar Min Ah saat ini….

“Ya baiklah, tapi ini pertama dan terakhir.” cetus Kyungsoo dan Min Ah langsung mengangguk setuju, matanya ikut tersenyum dan membuatnya tampak seperti garis.

“Assa! aku mencintaimuuu Kyungsoo!” sorak Min Ah riang kemudian merangkul leher Kyungsoo dan memeluknya asal.

“A, chakamman, Uhuk! Mi Min Ah-ya, aku tak bisa nafas.”

Fin 

Hurry Hurry!

“Astaga astaga aku terlambat, hari ini meeting mati aku Kyungsoooo!” heboh Min Ah sekeluarnya ia dari kamar tamu yang menjadi kamarnya sekarang dan menghampiri Kyungsoo yang sudah duduk rapi melahap sarapan buatannya.

“Kau tidak ikut denganku? Kita satu arah.” sahut Kyungsoo santai sambil mengangkat kunci mobilnya. Min Ah menggeleng cepat, ia mencomot sepotong roti tanpa selai kemudian menenggak tergesa susu yang sudah disiapkan Kyungsoo tanpa menyadari masih ada sebuah roll yang masih menyangkut di rambutnya.

“Ya Bang Min Ah,” Kyungsoo memanggil Hawa berisik di depannya itu, matanya menatap roll di rambut Min Ah, dan sudut-sudut bibirnya berkedut hendak tertawa.

“Tidak Kyungsoo kurasa aku naik bis saja, kau juga masih lama kan?” Si Cantik menjawab tergesa sambil melirik arlojinya kemudian ber ‘aish’ pelan.

“Itu,” Kyungsoo beranjak dari duduknya, menghampiri Min Ah kemudian menarik pelan roll pink yang menjadi titik fokusnya tadi. “Belum dilepas, pffft.” lanjut si Do dengan tawa tertahan.

“Oh? Ah, ya ampun. A terimakasih Kyungsoo, aku berangkat dadah!” dengan cepat Min Ah mengecup pipi Kyungsoo kemudian berlari tunggang langgang menuju pintu depan, meninggalkan Kyungsoo yang matanya tampak semakin melebar sambil memegang pipinya.

Aroma parfum Min Ah masih tertinggal dan Kyungsoo tersenyum samar saat indera penciumnya disapa wangi lembut dan manis itu.

Fin 

Kedatangan Min Ah

“Yeoboseyo yeoboseyo? Kyungsoo-yaaaa buka pintunyaa, aku… aku numpang tinggal di rumahmu ya? apartemenku disita bank. cepat buka pintunya aku mau pipiiiiisss!”

Tuut…tuut

Do Kyungsoo menjauhkan ponselnya dari telinga begitu disambar ocehan Bang Min Ah, teman masa kecilnya yang merupakan biang pesta sejati. Sambil meringis, pria bermata lebar ini menyeret langkah menuju pintu depan, masih dengan piama biru bermotif polkadot yang menempel di tubuhnya.

Klek.

“Ah Kyungsoo! aku mencintaimuu!” sorak Min Ah begitu heboh setelah pintu dibuka lalu tanpa permisi berlari menerobos masuk menuju kamar kecil, meninggalkan koper-kopernya yang teronggok di dekat kaki Kyungsoo.

“Anak itu tak berubah.” gumam si Do pendek sambil menggelengkan kepala, kemudian mulai mengangkati koper Min Ah menuju ruang tengah setelah menutup pintu dengan kakinya.

Sementara Min Ah masih berada di kamar mandi, Kyungsoo duduk tenang di sofa, menatap datar salah satu dari dua buah koper milik Bang Min Ah lalu tertawa kecil saat melihat sebuah stiker bergambar kimbab yang ditempel di permukaannya. Itu stiker pemberiannya, agar Min Ah selalu ingat untuk makan. Terus dipandanginya benda itu kemudian pundaknya bergedik saat senyumnya makin lebar dan di saat bersamaan Si Cantik Bang sudah ada di depannya lalu duduk santai di samping Kyungsoo.

“Sudah makan?” tanya Kyungsoo sambil mengerling gadis di sampingnya yang kini sibuk menguncir asal rambut panjangnya. Begitu selesai dengan mahkotanya, Min Ah menoleh cepat kearah Kyungsoo dengan bibir mengerucut sebal.

“Kenapa setiap bertemu denganku yang kau tanyakan selalu itu?” Min Ah merengut dan Kyungsoo justru tertawa renyah.

“Dan kenapa kau tak langsung jawab saja?” balas Kyungsoo kalem. Mata bulatnya menatap Min Ah hangat.

“Belum. Kyungsoo aku mau kimbab.”

“Sebelum kau mengatakannya aku sudah tau Bang Min Ah haha.”

Min Ah menjulurkan lidahnya lalu beranjak dari sofa dan mengekor langkah Kyungsoo menuju dapur. Ia lupa kapan awalnya ia merasa kalau Kyungsoo adalah satu-satunya yang paling berharga baginya di dunia ini. Kyungsoo yang berbanding terbalik dengannya, seperti langit dan bumi, kemarau dan hujan. Kyungsoo tenang, Min Ah berisik. Kyungsoo pintar memasak, Min Ah hanya bisa makan. Kyungsoo suka kebersihan, Min Ah juara dalam membuat berantakan. Kyungsoo bermata bulat dan lebar, sementara Min Ah sipit nyaris seperti garis. Dan perbedaan itu justru membuat keduanya menjadi sepasang karib yang begitu kental.

“Ya, sepertinya aku akan benar-benar tinggal disini. Tidak papa?” tanya Min Ah kemudian mendekati punggung Kyungsoo memukul pelan tangan Kyungsoo yang tengah menyimpulkan sembarangan tali apron yang sudah terpasang di tubuhnya.

“Selama kau tak membakar rumahku, tak masalah.” Jawab si Do kemudian menoleh sekilas dan tersenyum melihat Min Ah yang tengah mengikatkan tali apronnya.

“Kekasihmu? Bagaimana? Bukannya waktu itu kau cerita punya pacar?” kini Min Ah beralih ke samping Kyungsoo namun si mata bulat itu justru beralih ke depan kulkas, berniat mengambil bahan-bahan yang diperlukannya untuk mengisi perut Si Cerewet Bang Min Ah yang sekarang sudah berada di sampingnya, melipat tangan di depan dada kemudian memandang Kyungsoo dengan sebelah alis terangkat.

“Tidak ada yang menarik untuk diceritakan,” Kyungsoo menutup pintu kulkas, tangannya penuh sayuran yang kemudian separuhnya diambil alih oleh Min Ah. Gadis itu tak kelihatan puas dengan jawaban sahabatnya. Kyungsoo menghela nafas, ia melirik Min Ah kemudian mengangguk-angguk tanda menyerah.

“Dia minta berpisah. Kurasa aku memang tak begitu beruntung soal urusan eum….cinta?” kyungsoo meringis, sementara tangannya sibuk mencuci sayuran di kran. “Dan malam sebelum ia minta berpisah, aku melihatnya dengan seorang pria di sebuah café.” Lanjut Kyungsoo lagi kemudian hanya mengangkat bahunya saat Min Ah menganga tak percaya. Oke, dalam hitungan detik Gadis itu pasti meledak, pertama ia akan menghampiri Kyungsoo, memukul lengannya gemas, kemudian mulai mengomel tak terima atas apa yang terjadi pada Kyungsoo.

“Keuge mwoya? Kenapa kau diam saja Do Kyungsoo? Harusnya kau hampiri mereka! Omona jinjjaa!” seperti yang sudah diperhitungkan Kyungsoo dalam diamnya tadi, Min Ah meledak. Ia mengipasi wajahnya dengan tangan dan terus saja mengomel tanpa jeda. Sementara Kyungsoo sendiri hanya mendengarkannya dengan tekun, karena memang selalu itu yang ia lakukan saat Min Ah mulai mengomel panjang lebar tentang apapun.

“Jangan-jangan, para kekasihmu sebelumnya juga bertingkah seperti itu?” Min Ah masih menginterogasi, matanya memicing menatap Kyungsoo yang mulai sibuk dengan pisau dan wortelnya. Sekilas ia melirik Min Ah geli, kemudian mengangguk. Mata sipit Min Ah melebar, bibirnya membulat sementara tangannya memegang belakang kepala tanda ia begitu syok dengan jawaban Kyungsoo. Mungkin terlihat berlebihan, tapi di mata Do Kyungsoo, jika tak seperti itu bukan Bang Min Ah namanya.

“Wanita-wanita itu jadi seenaknya padamu Kyungsoo-ya. Karena kau terlalu baik. Mengerti tidak? Ba-ik! Kau memasak untuk mereka, kau rela disalahkan padahal kau tak punya salah. Sekali-sekali jadi orang brengsek itu perlu!” Bang Min Ah berjalan mondar-mandir, mengoceh antusias di belakang Kyungsoo yang sedang sibuk mengiris wortel.

“Mereka bilang aku membosankan Min Ah-yah.” gumam Kyungsoo tanpa menghentikkan kegiatannya. Min Ah berhenti mondar-mandir lalu berdiri di samping Kyungsoo, menatap lekat-lekat sahabatnya itu kemudian mengambil sepotong wortel irisan Kyungsoo dan mengunyahnya cuek.

“Makanya, kubilang sekali-kali jadi brengsek itu perlu.” Si Cantik kembali mengoceh di sela kunyahan.

“Kalau aku jadi brengsek. Nanti siapa yang mau menampungmu? Kau mau hidup dengan orang brengsek?” Kyungsoo meletakkan pisaunya, menoleh santai pada Hawa di sampingnya kemudian mencubit pelan pipi lembut itu.

“Aku sudah terlalu sering berurusan dengan orang brengsek Kyungsoo-yah, jadi kurasa tak masalah.” begitu enteng Min Ah menjawab, lalu dengan santai ia menyodorkan sisa potongan wortel di tangannya ke mulut Kyungsoo dan langsung disambut gigitan ringan oleh si Do pendek.

“Kau harus mulai berhubungan serius tau. Kau sudah dewasa, carilah pria yang baik, lalu menikah.” nasehat Kyungsoo dan tangannya masih mencubit pipi Min Ah.

“Aku tidak mau menikah Kyungsoo-ya. Aku takut hidupku jadi mengerikan.” air muka Min Ah berubah keruh. Kyungsoo menjauhkan tangannya, ia menatap Min Ah paham.

Ia tahu betul dasar Min Ah berucap demikian. Gadis itu, adalah seorang broken home. Orang tuanya bercerai saat Min Ah masih berusia tigabelas tahun.

“Itu takkan terjadi padamu Bang Min Ah.” gumam Kyungsoo lalu mengelus pelan puncak kepala Min Ah.

“Kau bukan fortune teller Do Kyungsoo. Aaahhh sudah ah, aku benci percakapan emosional begini. Kau lanjut masak sana, aku mau mengecat kuku.” Potong Min Ah begitu saja lalu berbalik meninggalkan Kyungsoo yang tersenyum sambil menggelengkan kepala.

“Nanti saja cat kukunya Min Ah-ya, setelah makan. Dan itu, kopermu bawa masuk ke kamar tamu sana! Jangan berantakan!”

“Iyaaa iyaaa!”

Fin.