Silence Sin – Chapt 4

silencesinn

A collaborated fanfiction with Ginger G

SILENCE SIN

Dara mengerjap lamban, ini mimpi kan? kenapa Sanghyun harus berada disini? ia bahkan belum menyelesaikan ‘misinya’. Namun sialnya ini bukan mimpi, sama sekali bukan. Sanghyun memang datang, berada diantara dirinya dan Chanyeol. sekilas Dara dapat menangkap binar kaget bercampur tak suka saat tatapan Sanghyun mengarah pada Chanyeol. Agak limbung, si Sulung Cantik ini kemudian beranjak dari duduknya dan membawa Sanghyun keluar dari ruangan.

Continue reading

I Think I Wanna Marry You – Chapt 5

 

Dengan cuek, nona mafia itu melangkah cepat sambil mengeratkan kunciran rambutnya menuju gerbang rumah sakit. Ia tak menyadari jika sejak tadi ada sepasang mata yang tengah mengwasinya dari kejauhan. Sejenak ia berhenti dan menatap sekeliling, tak ada van hitam miliknya disana. Ia mengedikkan bahu, mungkin para anak buahnya lupa menjemput. Tak mau ambil pusing, Park Soo Ji meneruskan langkahnya meninggalkan areal rumah sakit.

 

 

“Dia tak banyak berubah.” Gumam pria berkacamata hitam dari balik jendela taksi yang di tumpanginya. Ia menyeringai kemudian member isyarat pad asang supir agar menunggu sementara ia turun sebentar.

 

 

Soo Ji berdeham, tenggorokannya terasa kering. Mungkin sekaleng lemon tea akan membuatnya lebih baik, segera saja gadis cantik itu menghampiri sebuah vending machine, memasukkan koin dan menekan tombol di deretan minuman pilihannya berada.

 

Tidak terjadi apa-apa, tak ada yang menggelinding keluar. Soo Ji mengerutkan alis, pasti mesinnya rusak. Sambil mendengus ia menoleh ke sekitar,memastikan tak begitu banyak orang yang lewat lalu menendang si vending machine yang malang.

 

 

Duak!  Ctak!

 

It works! Akhirnya kaleng lemon teanya menggelinding keluar, Soo Ji tersenyum puas lalu merunduk mengambil benda itu.

 

 

“Rupanya nona mafia ini masih tak berubah ya.” Kalengnya sudah terbuka namun urung ia reguk isinya karena sapaan seseorang yang sepertinya tertuju padanya. Soo Ji berbalik, ingin tahu siapa yang sudah sok akrab bicara demikian padanya.

 

“Annyeong.” Sosok jangkung berkulit lebih gelap dari pria asia timur kebanyakan itu tersenyum lebar pada Soo Ji seraya membuka kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di wajahnya. Soo Ji tercengang, kelopak matanya mengerjap lamban.

 

“Seulong oppa?” ucapnya dengan mimik tak percaya. Si jangkung bernama Im Seulong di depannya ini masih tersenyum kemudian menarik Soo Ji ke dalam dekapannya.

 

“Bogoshippeo, Bogoshippeo Soo Ji-yah.” Ucap Seulong seraya membenamkan wajahnya di pundak Soo Ji.

 

“Ch-chakamman.” Agak kikuk, Soo Ji mendorong Seulong menjauh. Ia tak menyangka akan mendapat kejutan macam ini. Ya, cinta pertamanya datang setelah hampir tiga tahun meninggalkannya ke Amerika. Soo Ji menggelengkan kepalanya cepat, membuang raut tolol dari wajahnya lalu melayangkan tinju ke perut Seulong.

 

 

“Akh!”

 

“Oppa pikir oppa siapa? Main pergi seenaknya, tak pernah memberi kabar, dan sekarang tiba-tiba muncul?”

 

 

“Ya, ya, aku minta maaf Soo Ji-yah”

 

 

 

 

 

I Think I Wanna Marry U

 

 

“Byun Baekhyun! Kau keterlaluaaan!” Baekhyun terkesiap kaget saat seorang wanita paruh baya memasuki kamarnya dan melemparinya dengan tas.

 

 

Itu ibunya.

 

 

“O-omma, appeo! Aish.” Sungut Baekhyun yang hanya bisa menggunakan kedua tangannya sebagai pelindung. Setengah pikirannya sedang mencari tahu mengapa ibunya bisa tahu kalau ia dirawat disini.

 

 

“Neon! Kenapa bisa sampai seperti ini hah? Omona.” Nyonya Byun menatap miris puteranya lalu duduk di tepi kasur.

 

 

“Omma tau darimana aku disini?” bukannya menjawab Baekhyun lantas balik bertanya, ia hanya bisa meringis saat sang ibu membolak balik pipinya.

 

 

“Seorang gadis, menghubungi ibu lewat ponselmu. Ah, apa dia kekasihmu?” sang ibu menyipitkan matanya, sepertinya berita tentang siapa gadis yang menelponnya lebih penting ketimbang perkembangan keadaan Baekhyun sendiri.

 

“I-itu, Park Soo Ji.” Jawab Baekhyun masih meringis, antara sakit dan terintimidasi dengan tatapan ibunya. Nyonya Byun melebarkan matanya yang tampak berbinar.

 

“Dia kekasihmu? Hm?” desak sang ibu begitu antusias hingga tanpa disadarinya ia menduduki tangan Baekhyun yang dipasangi jarum infus. Dan terang saja itu langsung membuat Baekhyun mengerang kesakitan, hingga ibunya terlonjak kaget dan beberapa orang perawat menghambur masuk.

 

 

“Ada apa tuan?” Tanya salah satu dari tiga orang perawat yang masuk dengan wajah cemas. Baekhyun tak menjawab, ia hanya melirik tangannya yang berdarah hingga merembesi sprei. Nyonya Byun yang melihat hal tersebut langsung menekap bibirnya.

 

“A-aku tak sengaja menindih tangannya. Omo otokke…otokke?” panik ibu Baekhyun sementara ketiga perawat tadi justru saling menatap heran satu sama lain.

 

 

Dan memang selalu begitu, dimana ada nyonya Byun, disitu ada kehebohan.

 

 

 

……………………………………………..

 

“Uri Seulong-a! ah kemarilah kau anak nakal.” Seru Park Jin Young pada pria jangkung yang tengah berjalan bersama puterinya memasuki ruang utama. Soo Ji yang mendapati pemandangan seperti ini hanya bisa memiringkan kepalanya heran, sepertinya sang ayah sudah tahu kalau Seulong akan datang. Menyebalkan, jangan-jangan hanya dirinya yang tak tahu sama sekali?

 

“Appa sudah tau kalau oppa mau datang?” Tanya Soo Ji memastikan. Sang ayah yang sedang sibuk memeluk Seulong kemudian mengangguk dengan senyum lebar. Soo Ji mendengus, benar kan? Cuma dirinya yang tidak tahu.

 

“Aku sengaja kembali tanpa memberimu kabar hehe.” Seulong beralih ke sisi Soo Ji kemudian mengelus lembut pucak kepala gadis yang sudah seperti adik baginya ini. Perlahan diraihnya tangan Soo Ji dan ia genggam lembut.

 

 

“Aku kesini untuk menjemputmu.” Ucap Seulong pelan. Membuat Soo Ji membelalak tak mengerti kemudian melempar tatapan yang sama ke ayahnya.

 

“Menjemputku?” ulang Soo Ji lagi dengan kening berkerut.

 

“Aku mau kau jadi istriku.” Pernyataan yang terlontar tanpa beban itu seketika membuat dua orang Park disitu terperangah bersamaan. Sudah gila kah Im Seulong ini?

 

 

“Tidak lucu oppa.” Soo Ji menarik tangannya dari genggaman Seulong kemudian menghentak langkah pergi meninggalkan Seulong dan ayahnya yang masih tampak kebingungan. Raut muka Soo Ji tampak keruh, entah apa maksud Seulong kali ini, tapi itu berhasil membuat kacau.

 

 

“Nona kenapa? Sepertinya tidak senang dengan kepulangan Seulong Hyung?” takut-takut, Kim Jong In menghampiri Soo Ji yang sedang duduk bersila di tepi lapangan basket di belakang rumah. Sekilas Soo Ji melirik kedatangan Jong In kemudian menghela nafas panjang. Lampu hijau bagi Jong In, karena itu berarti sang Nona tak keberatan ia duduk di sampingnya.

 

 

“Nona mau cerita?” Jong In menunduk, mencoba bertemu pandang dengan Soo Ji. Tak lama kemudian datang lagi sosok Jaebum dan Myungsoo yang saling berangkulan sementara di belakang mereka menyusul Chansung dan Taecyeon.

 

“Oy,kau apakan Nona besar ha?” berlagak pahlawan Jaebum menjewer pelan telinga Jong In lalu ikut duduk bersila diatas hamparan rumput. Si magnae kemudian hanya menggerutu tak jelas sambil mengusapi telinganya. Tanpa disadari itu sudah membuat Soo Ji tersenyum samar.

 

“Nona tidak ikut makan siang dengan Bos dan Seulong-ssi?” celetuk Chansung sambil mengeluarkan sebungkus permen jeruk dari saku jasnya kemudian ia sodorkan pada Soo Ji.

 

“Tidak lapar. Gomawo.” Sahut Soo Ji datar sambil menyambut permen pemberian Chansung. Sejak dulu, walaupun kelihatannya ia selalu bertingkah galak pada pria-pria di sekitarnya ini, jauh dalam hatinya Soo Ji punya rasa sayang yang begitu tulus atas mereka, karena secara tak langsung mereka yang terus menjaganya dari dulu. Dan bagi Park Soo Ji, mereka bukan sekedar anak buah, bodyguard, dan apalah sebutan lainnya. Mereka keluarga, ya keluarga yang saling melindungi dan mendukung satu sama lain.

 

 

“Eh sebenarnya aku ada yang mau kubicarakan nih, mumpung kita semua berkumpul dan kebetulan ada Nona juga.” Atmosfer mendadak serius saat Myungsoo mengambil tempat duduk di tengah-tengah.

 

“Apa memang?” Soo Ji mengangkat dagunya sambil menghisap permen pemberian Chansung.

 

 

“Kudengar Seulong-ssi, terlibat sindikat jual beli narkotika di Hongkong.” Bisik Myungsoo mengundang gumaman tak jelas dari teman-temannya. “Makanya dia kembali kesini dan berniat menjalin kerja sama dengan kelompok kita. Dengan kata lain dia mau melebarkan sayapnya.” Lanjut Myungsoo lagi penuh keyakinan.

 

“Kau tahu darimana?” Tanya Soo Ji dengan tatapan tajam mengarah pada Myungsoo, di dukung anggukan yang lainnya.

 

“Teman main gameku, namanya Hoya. Nah dia tinggal di Hongkong, dan rupanya dia salah satu kurir disana.” Terang Myungsoo lagi, dan sekarang jadilah ia seperti bungayang dikerubungi para kumbang.

 

 

“Ng, ngomong-ngomong kenapa kalian jadi semakin dekat begini?”

 

I Think I Wanna Marry You – chapt 4

Special Guest: Kim Jong In, Lee Joon, Kim Myungsoo, Lee Gikwang, Taeyang

Kim Jong In meringis, tidak tahu hendak melakukan apa dengan stik bisbol di tangannya ini, sementara di depan sana Nonanya melempar tatapan beringas.

“Kau pikir bisa kabur begitu cepat hah?” Myungsoo maju selangkah, ia melakukan improvisasi dengan menendang Baekhyun yang memunggunginya karena tengah melepas ikatan di kaki Soo Ji, ke samping. Pria itu terjerembab, tubuhnya menghantam sebuah rak tinggi dari kayu dan…

Bruaakkk

Benda itu ambruk, menimpa tubuh Baekhyun begitu saja. Semua mata yang ada di ruangan itu mengarah pada si malang Byun.

Kim Myungsoo menelan ludah, wajahnya memucat. Sama halnya dengan Kim Jong In yang refleks mundur selangkah saat tatapan ‘apa yang kalian lakukan’ dari Soo Ji menyambar mereka.

“KENAPA DIAM SAJA! SELAMATKAN DIA BODOH!”

……………………….

“Tulang belakangnya ada yang retak. Dia harus dirawat untuk beberapa waktu.” terang Dokter muda yang di nametagnya tertera nama ‘Kris Wu’ itu pada Soo Ji.

Tak ada jawaban dari Soo Ji, ia tampak gusar dan sesekali iris hitam tajam itu mengarah bengis pada Myungsoo, penyebab utama kecelakaan ini.

“Dia, sudah sadar?” tanya Soo Ji kemudian. Dokter Wu mengedikkan bahunya santai.

“Belum sih, tapi kalau anda mau menemaninya, silahkan.” sang Dokter menjawab santai sambil membenahi letak kacamatanya. Setelah melempar senyum tipis, pria bertubuh jangkung itu membungkuk pamit pergi, meninggalkan Soo Ji dan para anak buahnya.

“N..Nona, aku siap dihukum.” sungut Myungsoo lalu berdiri menghadap Soo Ji dengan wajah pasrah.

“Memangnya apa yang dia lakukan?” bisik Jaebum pada Jong In yang kebetulan berdiri di sampingnya.

“Itu Hyung, dia kelewatan berimprovisasi sepertinya.” balas Jong In sama berbisik. Jaebum hanya mengangguk-angguk.

“Kalian, pulang saja sana. Berkumpul disini apa tidak terlalu mencolok?” cetus Soo Ji datar. Benar saja, beberapa pengunjung Rumah Sakit yang kebetulan melintas tampak tak nyaman saat melihat gerombolan pria tegap yang kebanyakan dari mereka mengenakan jas hitam.

“Tapi nanti Nona sendirian…” Lee Joon menyahut dan disambut anggukan serempak teman-temannya.

“Pulang.” Soo Ji mendelik. delapan orang pria di sampingnya tertunduk bersamaan, lalu satu persatu melangkah pergi setelah berpamitan.

Sekarang tinggalah ia sendirian di lorong rumah sakit. Soo Ji bersedekap, menyandar sebentar di tembok lalu menghela nafas panjang. Dia benci rumah sakit, dia sebenarnya tak pernah mau menginjak tempat ini apapun alasannya. Dan ini adalah yang pertama kalinya Park Soo Ji berada di rumah sakit sejak beberapa tahun yang lalu saat ia masih kecil dan dengan rutin mengunjungi sang ibu bersama ayahnya.

Dia benci rumah sakit karena atmosfernya membuat ia kembali teringat pada masa-masa memilukan itu. Masa dimana ketika ia dan sang ayah menjadi saksi perjuangan terakhir wanita nomer satu bagi keduanya dalam melawan kanker.

Saat itu pula, seorang Park Soo Ji terakhir kali meneteskan air mata. Sejak itu ia bersumpah, takkan meneteskan air mata lagi. Dan jika ia menangis lagi, maka orang yg sudah membuatnya menangis itu adalah orang yang ia cintai hampir seperti ia mencintai ibunya. Sekali lagi ia menghela nafas panjang lalu menegakkan badan dan memasuki kamar tempat Byun Baekhyun dirawat.

Kelopak matanya berkedut saat indera pendengarnya menangkap suara langkah yang mendekat kemudian disambung dengan sesuatu yang diseret dan beradu dengan permukaan lantai. Perlahan, Byun Baekhyun membuka mata, dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah Park Soo Ji.

“Hei, gwenchana?” mata indah itu mengarah cemas pada Baekhyun yang tengah meringis.

“Ne, kau send- akh!” ucapan Baekhyun dipotong oleh erangannya sendiri. Rasa sakit luar biasa tiba-tiba menyerang sekitaran punggungnya saat ia berusaha bangun. Hal itu membuat Soo Ji dengan sigap menahan tubuh Baekhyun lalu meletakkan bantal di belakang punggung pria itu.

“Tulang punggungmu retak, kau harus hati-hati Baekhyun-ssi…” terang Soo Ji pelan. Rasanya tidak tenang melihat keadaan Baekhyun seperti ini. Bukan hanya karena merasa bersalah, tapi ia juga cemas. Iya, dia mencemaskan pria aneh ini.

“Soo Ji-ssi, kau baik-baik saja kan?” tanpa sadar Baekhyun menggapai tangan Soo Ji yang terasa dingin.

Soo Ji terhenyak, Byun Baekhyun ini… Dalam keadaan seperti itu masih memikirkan dirinya. Pria ini benar benar…

“Mm, nan gwenchana.”

Baekhyun tersenyum tipis mendengar jawaban Soo Ji, nyeri di punggungnya yang masih berdenyut mendadak tak terasa lagi. Tangannya menggenggam lembut tangan Soo Ji, dia bersyukur… Sangat bersyukur.

Dia terdiam, tangan hangat itu menggenggam tangannya sekarang. Hanya tangan padahal, tapi itu sudah menciptakan pancaran hangat tersendiri hingga ke relungnya. Perlahan, Soo Ji membalas genggaman Baekhyun. Ia menatap Baekhyun lurus, lama-lama matanya terasa panas, tenggorokannya tercekat, dan hidungnya nyeri.

Buram, sosok Baekhyun mulai tak tampak di pandangannya. Airmatanya sudah menggenang, dengan cepat Soo Ji menundukkan wajah sementara tangannya masih bertaut dengan tangan Baekhyun.

Park Soo Ji menangis… Menangis karena Byun Baekhyun.

“A, keuge… S-Soo Ji-ssi, waeguraeyo? Ada yang sakit kah?”

“Ani, kurasa mataku kemasukan debu.”

I Think I Wanna Marry U

“Bukankah sudah diperingatkan untuk tidak melukai dia?!” Park Jin Young menghentak kasar permukaan meja dengan tangannya. Membuat delapan orang anak buahnya tersentak bersamaan. Semuanya menunduk, tak ada yang berani beradu pandang dengan sang Ketua.

“A-aku terlalu bersemangat Bos…” rutuk Myungsoo sambil mengusap tengkuknya.

“Ck haaah, sudahlah. Moodku sedang bagus hari ini. Kalian pergi saja sana…” Park Jin Young mengibaskan tangannya malas, namun para anak buahnya masih bertahan disana.

“Kalian kenapa?” ia mengedikkan dagunya dengan wajah heran.

“Tapi kami sudah membuat Nona marah.” Jong In angkat bicara, ia tampak saling bertukar pandang dengan para rekannya.

“Nona begitu panik, dia cemas sekali. Kami tak pernah melihatnya seperti itu.” sambung Gikwang yang pipinya memar. Park Jin Young justru tersenyum.

“Kalau begitu, dia memang mencintai pria itu. Sudah pergi sana, kalian pergi minum saja atau apalah terserah.”

Myungsoo dan yang lainnya sempat ternganga lalu saling melempar tawa tertahan kemudian satu persatu melangkah keluar.

“Yeobo, kau kah yang mengirim pria itu? Kuharap dia bisa membahagiakan puteri kita.” gumam Jin Young pada potret mendiang istrinya yang tengah mendekap Soo Ji kecil.

…………………………..

Baiklah, tiga hari ini tidak ada lagi rutinitas membosankan yang dijalani Byun Baekhyun seperti sebelumnya. Malah rasanya lebih menyenangkan, tidak ada lagi yang namanya berhadapan dengan laporan neraca, mendengar bisingnya suara mesin fotokopi, juga menghadapi Lee Jinki yang cerewet.

Dan yang perlu digaris bawahi adalah, ia jadi semakin dekat dengan Park Soo Ji-nya.

“Soo Ji-ssi, aku jadi merepotkanmu ya?” tanya Baekhyun sambil meringis pada Soo Ji yang sedang mendorong kursi rodanya menyusuri lorong rumah sakit menuju taman.

“Ish, kau begini juga karena menyelamatkanku bukan.” sahut Soo Ji berlagak cemberut. Byun Baekhyun mengulum senyum, agak kecewa saat mendengar jawaban Soo Ji, jadi ini hanya balas budi begitu?

“Lagi..pula, mana bisa aku membiarkanmu sendirian di rumah sakit. Kita kan pasangan, sudah semestinya aku menemanimu, Flatbyun.” saat mengucapkan kalimat terakhir, entah kenapa Park Soo Ji memelankan suaranya, wajahnya menunduk dan tampak bersemu. Beruntung Baekhyun tak melihatnya.

Tapi pria itu mendengar jelas apa yang diucapkan Soo Ji. Dan sekarang, wajah Byun Baekhyun sama meronanya dengan Park Soo Ji. Ada sesuatu yang menggelitik di dalam dadanya dan membuat ia terus tersenyum.

Selanjutnya, tak ada yang bicara dari mereka, hingga akhirnya keduanya tiba di taman belakang rumah sakit. Tiga hari rupanya sudah membuat Soo Ji terbiasa, ia dengan cekatan membantu Baekhyun pindah dari kursi roda ke bangku taman lalu duduk bersebelahan.

“Sebenarnya, aku tak pernah mau berada di rumah sakit.” Park Soo Ji memulai topik sambil menghela nafas panjang. Pandangannya menerawang, kemudian terhenti pada seorang pasien wanita yang tengah bercanda dengan puterinya. Ia tersenyum hangat, rasanya seperti disuguhi pemandangan masa lalu.

“Aku benci rumah sakit. Tempat ini merenggut ibuku.” lanjut Soo Ji lagi lalu berdeham pelan. Ia masih betah memandangi wanita pucat yang tengah mendekap puterinya di seberang sana. “Pikiran yang bodoh ya? Haha.”

Baekhyun menoleh pelan, menatap Soo Ji hangat. Tanpa bicara ia meraih tangan Soo Ji lalu menggenggamnya.

“Gomawo, Soo Ji-ssi.” ucap Baekhyun tulus. Kemudian di tengah sejuknya udara pagi di taman itu, di antara kicau burung yang bersahutan, Byun Baekhyun mendaratkan kecupan singkat nan lembut di pipi Soo Ji.

“Uwooooohhh, si Mr. Bean sudah berani cium-ciuum!” heboh Chansung pada dua rekannya. Sejak tadi mereka terus mengawasi Soo Ji dari kejauhan. Dan sekarang, ketiganya tengah bersembunyi di balik semak yang tak begitu jauh dari tempat duduk Soo Ji dan Baekhyun.

“Astaga, ini sungguhan seperti drama.” Jaebum menimpali didukung anggukan kepala oleh Taecyeon yang sedang membidik Nona-nya bersama si Mr. Bean dengan kamera ponsel.

“Bos harus lihat ini.” bisik Taecyeon lalu terkikik senang.

Park Soo Ji mengerjapkan mata lalu menoleh kearah Baekhyun. Pria itu tersenyum, dan entah kenapa senyuman itu terasa seperti magnet bagi Soo Ji yang kemudian ikut menarik kedua sudut bibirnya.

“Baekhyun-ssi, kenapa kau menyukaiku?”

Byun Baekhyun tersentak oleh pertanyaan Soo Ji. Ia mengerling si cantik di sampingnya ini lalu tersenyum.

“Karena sejak pertama kali, kau sudah menunjukkan dirimu yang sebenar-benarnya.” terang Baekhyun dengan tatapan menerawang mengingat pertemuan pertamanya dengan Soo Ji di PC Bang.

“Kau, tidak takut…?” tanya Soo Ji lagi. Baekhyun menggeleng.

“Sama sekali tidak.”

I Think I Wanna Marry U

“Aku sudah sampai, tak perlu dijemput. Aku pulang naik taksi…” celoteh pria jangkung yang tengah melangkah keluar dari gerbang penerbangan internasional itu di ponselnya.

Sejenak setelah memutus pembicaraan, ia menatap layar ponselnya yang menampilkan fotonya dengan seorang gadis cantik berseragam SMU. Senyumnya mengambang, membayangkan bagaimana keadaan gadis di foto itu sekarang, pasti semakin cantik dan tangguh tentunya.

“Oppa kembali, Soo Ji-yah…”

Go Go! Do Kyungsoo!

Do Kyungsoo terbangun lebih dulu dari alarmnya. Pria itu langsung melesat menuju kamar mandi dan tak menghabiskan waktu begitu lama di dalam sana, karena tak lebih dari lima menit kemudian ia sudah keluar dan tampak lebih segar.

Masa bodoh dengan tetesan air di ujung-ujung rambutnya yang belum begitu kering. Kyungsoo berlarian dari kamarnya menuju ruang tengah dengan kunci mobil dalam gigitannya, karena kedua tangannya tengah sibuk mengancing kemeja. Dan ditengah kasak-kusuknya pagi ini, Kyungsoo dikejutkan dengan getaran ponselnya sendiri. Mau tak mau, ia yang sudah siap berangkat terpaksa menghentikkan langkah di depan pintu untuk menerima telfon.

Rupanya asistennya yang menelfon.

“A, Byun! syukur kau menelfon. Hari ini semua kuserahkan padamu oke. Aku..aku harus pulang ke Cheongju.” kecepatan bicaranya kali ini nyaris seperti seorang rapper atau mungkin seperti Bang Min Ah saat ia sedang mengomel tentang diskon besar-besaran yang ia lewatkan begitu saja. Begitu Byun Baekhyun (yang untungnya memahami ucapan Kyungsoo) menjawab singkat di ujung sana, Kyungsoo langsung memutus sambungan dan bergerak tergesa membuka pintu rumahnya.

Rupanya telfon dari Baekhyun tadi belum cukup merecoki Kyungsoo pagi ini. Sekarang, di depannya berdiri Kim Myungsoo yang mundur kaget karena nyaris ditubruk Kyungsoo.

“Wow wow…tenang Kyungsoo-ya, aku bukan pencuri.” Myungsoo menahan pundak Kyungsoo sambil tertawa.

“Ada apa Sunbae?” tanya Kyungsoo datar. Kentara sekali ia tak ingin terlibat pembicaraan panjang sekarang.

“Aku hanya ingin mengembalikan ini. Terjatuh di mobilku. Milik Min Ah.” papar Myungsoo lalu menyerahkan sebuah anting pada Kyungsoo.

Si Do pendek menerima pemberian Myungsoo lalu menatap pria di depannya dengan sorot mengintimidasi.

“Sudah jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku hanya mengantarnya. Baiklah aku pergi ya.” Myungsoo pamit lalu membungkuk sekilas sebelum berbalik menuju gerbang rumah Kyungsoo. Dan sebelum ia memasuki mobilnya, Myungsoo berhenti sejenak.

“Kau ke Cheongju hari ini?” seru Myungsoo dan Kyungsoo menjawabnya dengan anggukan cepat seraya mengayun langkah menuju arah yang sama dengan Myungsoo.

“Nih, biar tidak ngantuk di jalan.” kata Myungsoo lalu melempar sekaleng kopi yang ia ambil dari dalam mobilnya kearah Kyungsoo.

Kyungsoo yang fokusnya terbagi-bagi itu tampak kelabakan menangkap kaleng dari Myungsoo namun untung berhasil.

“Baiklah, hati-hati di jalan. Selamat berjuang!” Si Sipit Kim mengedikkan dagunya kearah Kyungsoo lalu memasuki mobil yang kemudian membawanya pergi dari hadapan Kyungsoo.

………………..

“Harabeoji, sepedanya masih bagus kan?” tanya Min Ah sambil menepuk-nepuk sadel sepeda milik kakek Do yang diletakkan di halamn samping rumah. Kakek Do yang sedang memotong rumput mengangguk singkat, sekilas ia menoleh ke arah Min Ah lalu tersenyum.

“Mau kemana memang?” sang kakek lalu balik bertanya, Min Ah mengulum senyum. Perlahan ia mulai menuntun sepeda kakek Do menuju pintu samping yang mengarah halaman depan rumah.

“Mau ke makam omma, lalu jalan-jalan sebentar.”

“Sendirian saja?”

“Ayolah harabeoji, aku sudah besar.”

“Ahahaha, iya iya. Hati-hati.”

“Eung!”

Fin

Decision

“Jadi apa yang harus kukatakan kalau nanti Kyungsoo menanyaiku?” Myungsoo menyandar di badan mobilnya sambil melempar-lempar kuncinya ke udara.

“Harusnya Kyungsoo sudah tau tanpa bertanya.” jawab Min Ah murung. Myungsoo mengerutkan kening, telapak tangannya menutup mantap begitu kunci mobil yang tadi ia lempar ke udara mendarat disana.

“Kau…berharap dia datang ternyata.” goda Myungsoo lalu sedikit menunduk, mencondongkan wajah ke arah Min Ah, menatap gadis di depannya ini dengan mata dipicingkan.

“Aniya, bukan begitu. Maksudku, Kyungsoo pasti tau. Karena…aku..tak punya..keluarga lain, selain keluarganya.” jawab Min Ah dengan wajah menunduk, menghindari tatapan Myungsoo.

Kim Myungsoo tersenyum paham, ia menjauhkan wajahnya dari Min Ah kembali ke posisi semula. Tangannya mengacak sayang rambut Min Ah.

“Iyaa…iya. Aku mengerti Bang Min Ah. Cha keureom…aku pulang dulu ne?”

Min Ah mengangkat wajahnya, ia tersenyum kecil pada Myungsoo lalu tiba-tiba bergerak maju dan memeluk Senior baik hatinya itu.

“Terimakasih Sunbaenim. Terimakasih banyak.” ucap Min Ah tulus sambil mengeratkan pelukannya di pundak Myungsoo, membuat adam tampan itu sempat tak berkedip beberapa saat.

“Mm, jangan lama-lama seperti ini ya. Kau dan Kyungsoo harus bahagia.” balas Myungsoo sambil menepuk pelan punggung Min Ah.

Bang Min Ah melepas pelan pelukannya, saling bertukar pandang dan senyum dengan Myungsoo.

“Tapi Kyungsoo…”

“Dia juga sama. Aku pria, aku bisa melihatnya saat kita bertemu di kedai kopi waktu itu.”

Min Ah menautkan kedua alisnya heran, dan Myungsoo hanya tersenyum.

“Sudahlah nanti kau mengerti sendiri. Aku pulang ya.” Myungsoo mulai memasang kacamata hitamnya dan membuka pintu mobil, namun Min Ah tiba-tiba menahannya.

“Apa lagi? Jangan bilang kau jatuh cinta padaku Bang Min Ah?”

Min Ah mencibir lalu mencubit pelan lengan Myungsoo.

“Sunbae, aku….”

“Apa?”

“Aku minta cuti ya, selama berada disini hehe.”

Myungsoo tergelak lepas dan Min Ah hanya meringis sambil menggaruk belakang kepalanya.

“Iya, iya.” angguk Myungsoo lalu benar-benar memasuki mobil. Sembari menyalakan mesin mobilnya, Myungsoo melambai singkat pada Min Ah lalu melesat pergi.

“Haah…kau terlambat sih Kim Myungsoo.” gumam Myungsoo sambil melirik spion depan yang merefleksikan sosok Min Ah yang masih melambai dari kejauhan.

…………..

“Aku…minta maaf.” Do Kyungsoo berucap pelan dengan wajah menunduk. Kedua tangannya mencengkram kuat roda kemudi mobilnya yang berhenti. Park Chorong yang duduk di samping Kyungsoo, tak memberi jawaban apapun. Perempuan itu hanya tersenyum tipis.

“Karena Min Ah-ssi…kan?” akhirnya Chorong buka suara. Ia menoleh sendu kearah Kyungsoo yang mengangguk pelan.

“Aku tau aku tak pernah menang dari Min Ah-ssi.” lirih Chorong yang mengeluarkan saputangan. Kyungsoo hanya menatap nanar hawa di sampingnya ini.

“Maafkan aku. Aku…hanya tidak mau semakin menyakiti.” terang Kyungsoo lagi dan terdengar begitu hati-hati.

“Mm, aku mengerti. Aku mengerti Kyungsoo-ssi.” jawab Chorong dengan suara bergetar. Detik berikutnya, ia melepas tergesa sabuk pengaman yang menahan tubuhnya kemudian bergerak keluar dari mobil tanpa mengucap pamit.

Kyungsoo termenung, menatap kosong kepergian Chorong lalu menelungkup dan menempelkan keningnya di roda kemudi, dengan nafas memburu.

Dia menuruti Min Ah. Ya…usul Min Ah waktu itu…

Menjadi brengsek.

Fin.

Different Sunday Morning

Min Ah membuka matanya kemudian mengerjap beberapa kali. Tadi malam ia tiba nyaris larut dan yang menyambut kedatangannya hanya Kakek Do, bahkan Myungsoopun disuruh menginap mengingat pria itu tampak begitu kelelahan. Min Ah tak langsung bangun dan membiarkan tubuhnya tetap berbaring di atas kasur kamar Kyungsoo yang ada di rumah nenek Kyungsoo. Si Bang Cantik ini tersenyum tipis saat kepalanya menoleh pada meja belajar Kyungsoo dan mendapati keadaannya masih sama seperti dulu.

Karena rumah nenek Kyungsoo terbilang lebih dekat dengan sekolah, Kyungsoo kadang menginap di rumah neneknya. Itulah sebabnya mengapa ia juga punya kamar di rumah sang nenek. Dan berada di kamar Kyungsoo, membuat Min Ah diserbu kenangan-kenagan menyenangkan dirinya bersama Kyungsoo.

Min Ah meregangkan otot-ototnya kemudian mulai menegakkan badan dan meluncur turun dari kasur. Pertama-tama yang dilakukannya adalah membuka jendela yang mengarah langsung ke teras belakang. Ia tersenyum lebar saat melihat Kakek Do tengah menikmati tehnya bersama Myungsoo. Dibalasnya senang lambaian tangan sang kakek yang sudah seperti kakeknya sendiri itu, dan kemudian pandangannya teralih pada Myungsoo yang juga tengah tersenyum hangat padanya. Min Ah balas tersenyum, menyampaikan terimakasih begitu mendalam lewat guratan bibirnya.

Menjauh dari jendela, Min Ah bergeser ke meja belajar Kyungsoo, menarik bangkunya lalu duduk di atasnya. Senyumnya mengambang menatap sebingkai foto yang diletakkan di samping lampu belajar.

Fotonya dan Kyungsoo setelah upacara kelulusan. Min Ah dengan senyum lebarnya dan Kyungsoo dengan senyum seadanya (yang bagi Kyungsoo itu sudah senyum paling bagus). Berikutnya, perhatian Min Ah berpindah ke barisan buku-buku tulis milik Kyungsoo dan minatnya tertuju pada sebuah buku catatan kecil dengan sampul berwarna biru. Sejak dulu Min Ah ingin tau isi buku itu hanya saja Kyungsoo selalu menyembunyikannya. Dan Min Ah baru tau kalau ternyata si Do itu menyimpan buku ini di rumah sang nenek.

Lembar pertama dibuka.

‘Resolusi Tahun Baru Do Kyungsoo’

Min Ah mengangkat kedua alis. Jadi ini hanya berisi daftar resolusi Kyungsoo tiap tahun. Lalu kenapa pula harus disembunyikan?

Lembar demi lembar dengan tahun berbeda dilewati Min Ah. Resolusi Kyungsoo, sangat Kyungsoo sekali dan itu membuat Min Ah tak dapat menahan tawanya. Hanya saja, ada satu yang membuat Min Ah bingung.

Di semua resolusi Kyungsoo tiap tahunnya, selalu ada nama Bang Min Ah di akhir daftar.

Tok tok tok…

“Min Ah-ya…, kau sudah bangun? Ayo sarapan.”

“O, ne ne… Halmeoni.”

…………………………..

Kyungsoo menatap puas Kimbab buatannya pagi ini kemudian meletakkan di atas meja sambil mencomot salah satu potongannya kemudian berseru,

“Ya Bang Min Ah, palli ireona! Kimbab kimbab!”

Tak ada jawaban, Kyungsoo hanya mengangkat bahunya lalu bergerak menuju rak piring, berniat mengambil mugnya dan mug Min Ah untuk diisi teh kopi seperti biasa. Namun saat menyadari dua benda itu sudah tak di tempatnya lagi karena keduanya telah berakhir di tempat sampah, barulah Kyungsoo tersadar.

Pertengkaran malam itu, Min Ah menangis, dan terakhir… Kepergian Min Ah. Kyungsoo menghela nafas berat kemudian tertawa miris. Tadi, untuk beberapa saat ia lupa kalau ia sendirian disini, dan berpikir masih ada Min Ah di dalam kamarnya. Lesu, Kyungsoo bergerak mendekati meja makan, menarik bangkunya lalu duduk menelungkup di samping kimbab buatannya.

Fin

Journey

Myungsoo hanya menatap Min Ah yang sejak tadi begitu lahap dengan jjajangmyun yang ia pesan dan sepertinya sama sekali tak merasa kalau sejak tadi ia sedang dipandangi.

“Melihatmu makan saja sepertinya aku sudah kenyang.” gumam Myungsoo geli sambil mengusap bibir Min Ah dengan tissu tanpa permisi. Terang saja Min Ah langsung menghentikkan aktivitasnya dan menatap Myungsoo dengan alis terangkat.

“Sunbae serius tidak makan? Makan ah…kan capek sudah menyetir.” suruh Min Ah kemudian menarik mangkuk Myungsoo, mengaduk-aduk isinya lalu mengembalikannya pada Myungsoo agak menuntut.

“Dulu aku sering melihatmu makan disini. Kau selalu dengan Kyungsoo.” ungkap Myungsoo yang pada akhirnya mulai menyentuh jjajangmyunnya. Min Ah mengerjap, dia memang selalu makan disini dengan Kyungsoo dulu. Mengingat kedai yang mereka kunjungi sekarang letaknya tak begitu jauh dari sekolah.

“Dan caramu makan dari dulu hingga sekarang tak berubah.” kembali Myungsoo mengenang, mulutnya mulai sibuk mengunyah dan Min Ah sepertinya tertarik dengan ceritanya.

“Sunbae suka memperhatikanku?” si Bang mengerutkan kening lalu mengeluarkan ujung lidahnya, mengolok dirinya yang kepalang percaya diri.

Myungsoo tersenyum sambil mengangguk, minta waktu sebentar hingga ia berhasil menelan apa yang tengah ia kunyah.

“Hmm, aku sering melihatmu. apa ya, diantara gadis-gadis itu….hanya kau yang benar-benar memberikan semangat. Bukan cari perhatian.” terang Myungsoo blak-blakan dengan tatapan menerawang. Min Ah menunduk, baiklah…dulu dia memang fans nomer satu Kim Myungsoo, kemanapun Myungsoo dan teman-teman bandnya tampil, maka Min Ah sebisa mungkin ada di barisan pertama (dan Kyungsoo harus ada bersamanya).

“Kukira aku menyukaimu saat itu juga.” lanjut Myungsoo lagi sambil menyesap air putih dinginnya. Min Ah mengerjap, menatap Myungsoo tak paham.

“Harusnya aku bilang dari dulu ya, sekarang sih aku sudah terlambat hehe.” Myungsoo menutup ceritanya sambil mengedikkan bahu lalu tertawa hampa.

“Sunbae sedang membohongiku ya? Cerita macam apa itu? Eish…kau pasti meniru di film.” cerutu Min Ah lalu melempar gumpalan tissu ke arah Myungsoo sambil mencibir dan membuat adam di depannya tergelak.

“Gurae, gurae. Ah, sebentar aku bayar dulu. Kau tunggu disini ya.” kata Myungsoo yang kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan santai menuju meja kasir.

Sementara Myungsoo masih membayar tagihan, Min Ah mengeluarkan ponselnya, membuka daftar kontak dan berhenti di nama Kyungsoo. Ia menggigit ujung ibu jarinya ragu, antara hendak menghubungi Kyungsoo mengingat tadi pagi ia pergi tanpa pamit, atau diam saja.

Dan Min Ah memilih memasukkan kembali ponselnya ke saku jaket karena rupanya Myungsoo sudah kembali dan mereka harus meneruskan kembali perjalanan menuju rumah nenek Kyungsoo, Tempat dimana Min Ah akan menginap yang letaknya sudah tak begitu jauh lagi.

……………………

Televisinya memang menyala sejak tadi, namun pandangnya Kyungsoo tak mengarah kesitu sedikitpun. Ia termenung sendiri, sesekali ia mengalihkan fokus pada ponselnya yang bergetar tanda pesan masuk. Namun begitu melihat bukan nama Min Ah sebagai pengirimnya, Kyungsoo hanya menghela nafas kemudian melempar ponselnya ke sudut sofa tanpa berniat membalas. Dan semua pesan yang masuk adalah dari Chorong.

“Neo odiga Min Ah yah?” tanya Kyungsoo pelan kemudian mengacak frustasi rambutnya sendiri dan berkali-kali menghela nafas berat. Dengan mata memerah, Kyungsoo lalu meraih kembali ponselnya dan menghubungi Min Ah. Di dalam hati, ia terus mengulang kalimat yang sama.

‘angkat telfonnya Bang Min Ah’

Dan Tuhan mengabulkan doa Kyungsoo hari ini. Ia memejamkan matanya begitu rapat dan menghela nafas lega saat mendengar sapaan Min Ah di ujung sana.

“Neo…odiga?” tanya Kyungsoo pelan. Alisnya bertaut samar.

…………………

Min Ah yang tadinya sudah hendak memasuki mobil, mengurungkan niat saat ponselnya terasa bergetar. Ia memberi isyarat pada Myungsoo agar menunggunya di dalam mobil sebelum menerima panggilan.

Kyungsoo. Nama Kyungsoo berikut fotonya terpampang di layar ponsel Min Ah. Tanpa membuang waktu lebih lama, Min Ah segera menyentuh panel hijau di layar dan menempelkan sang ponsel di telinga.

“Yeoboseyo?” sapa Min Ah tak seriang biasanya saat ia bicara di telfon dengan Kyungsoo.

“Neo…odiga?” pertanyaan Kyungsoo di ujung sana membuat Min Ah terhenyak sebentar. Tanpa sadar tangannya meremas ponselnya pelan.

“Aku…pergi dengan Myungsoo Sunbae. Aku baik-baik saja kok Kyungsoo.”

“Sudah makan?”

“Mm, baru selesai.”

“Mianhae.”

“Na do Mianhae Kyungsoo-ya. Ah, sudah dulu ya…aku mau pergi. Annyeong.”

Begitu cepat dan tanpa pertimbangan, Min Ah langsung memutus sambungan, tak peduli kalau mungkin masih ada yang hendak disampaikan Kyungsoo.

“Kita berangkat sekarang?” tanya Myungsoo begitu Min Ah masuk ke dalam mobil.

“Mm.” jawab Min Ah sambil mengangguk pelan. Myungsoo meliriknya sebelum menyalakan mesin mobil lalu menyodorkan sekotak tissu sambil tersenyum.

“Apa sih Sunbae, aku tidak menangis.”

“O? Begitu? mana sekarang aku mau lihat mukanya.”

Cemberut, Min Ah menegakkan wajahnya yang tertunduk kemudian menoleh kearah Myungsoo. Ah sial, dia lupa menyapu rembesan air mata di pelupuk dan sudut matanya.

“Oh iya, kau tidak menangis. Kau cuma kemasukan debu sepertinya.” Myungsoo tersenyum jahil lalu mengusap mata Min Ah dengan tissu. Dan tingkahnya barusan, membuat sudut-sudut bibir Min Ah berkedut hingga akhirnya sebuah tawa singkat meluncur dari bibir cantik.

“Nah, tertawa. Itu baru Bang Min Ah. Ayo lanjut jalaaan!”

Fin

Why…

“Kalau aku di posisi Kyungsoo, aku sih tidak mau lama-lama berkubang di friendzone.” Papar Myungsoo pada Min Ah sambil melempar kaleng kopinya yang sudah kosong ke tempat sampah.

Min Ah menautkan alis, matanya menatap kaleng kopi Myungsoo yang masuk dengan mulus ke tempat sampah di seberang mereka.

“Pria dan Wanita itu tak pernah bisa jadi sahabat.” lanjut sang manajer santai, sekilas ia melirik Min Ah kemudian tersenyum.

“Sunbae ini bicara apa sih.” Min Ah merengut sembari menyeruput kopinya yang belum habis.

“Kau dan Kyungsoo, yakin akan terus bersahabat?” Myungsoo sedikit memiringkan posisi duduknya menghadap Min Ah, menopang wajahnya dengan sebelah tangan yang bertumpu di paha.

“Tentu saja, kami sudah bersahabat sejak kecil.” jawab Min Ah sedikit tersendat tanpa menatap lawan bicaranya.

“Aku tau kau jatuh cinta padanya Bang Min Ah.”

Ucapan Myungsoo barusan terasa seperti tamparan telak bagi Min Ah. Ia skak mat, tak bisa berkutik. Karena itu benar adanya.

Dia, jatuh cinta pada Kyungsoo.

“Dan Kyungsoo bodoh sekali kalau dia tak menyadarinya.” lagi Myungsoo berucap enteng. Sementara Min Ah hanya meliriknya tanpa berkedip.

“Tuh kan, Sunbae suka bicara yang tidak-tidak ih. Kyungsoo dan aku sudah seperti saudara. Rasanya aneh saja kalau sampai ada yang terlibat…perasaan. Haha.” sangkal Min Ah sambil tertawa hampa. Myungsoo mengangkat sebelah alisnya, kemudian mengangguk-anggukan kepala.

“Ya sudah kalau begitu kau jatuh cinta padaku saja ya? Aah, waktu istirahat sudah habis. Ayo kembali bekerja!” dengan tanpa beban, Myungsoo kemudian bangkit dari duduknya, mengacak pelan rambut Min Ah sebelum meninggalkan gadis itu kembali ke ruangannya.

Sementara Myungsoo sudah menghilang dari pandangannya, Min Ah masih duduk termenung. Kejadian tadi malam kembali terulang dan entah kenapa rasanya sakit sekali. Perlahan ia merogoh saku roknya, mengeluarkan ponsel dan berniat mengubungi Kyungsoo untuk meminta maaf.

………….

Park Chorong menatap Kyungsoo dengan kening berkerut samar. Sejak mereka memulai makan siang tadi, pria di depannya ini tak terlihat seperti biasanya. Ia lebih banyak diam (walaupun biasanyapun Kyungsoo memang pendiam) hanya saja kali ini ia seperti orang lain. Tatapannya kosong dan beberapa kali Chorong mendapatinya menghela nafas begitu berat.

“Kyungsoo-ssi, gwenchana?” tanya Chorong cemas. Kyungsoo mengerjap cepat, seolah baru tersadar. Ia mengusap wajahnya beberapa kali kemudian tersenyum kaku.

“Gwenchana. Chorong-ssi, aku ke toilet sebentar ya.” pamit si Do kemudian beranjak dari duduknya. Meninggalkan Chorong sendirian bersama ponselnya yang tergeletak di atas meja.

Belum lama Kyungsoo meninggalkan meja, ponselnya bergetar panjang dan foto Min Ah tampil di layar. Chorong yang berada disitu sudah jelas dapat melihatnya. Perempuan itu hanya menatap ponsel Kyungsoo dalam diam, lalu menoleh kearah Kyungsoo yang sudah berbelok ke toilet, sebenarnya ia bisa saja memanggil Kyungsoo untuk memberitahu kalau ada yang menghubungi ponselnya, hanya saja Chorong justru bertindak sebaliknya. Perlahan tangan Chorong terulur meraih ponsel Kyungsoo yang masih bergetar, kemudian menolak panggilan dari Min Ah.

……………..

Dijauhkannya si ponsel dari telinga, menatap murung layarnya yang menampilkan fotonya bersama Kyungsoo di depan pohon natal di rumah nenek Kyungsoo tahun lalu. Beberapa saat pandangan Min Ah hanya terpaku pada potret menyenangkan itu kemudian menghela nafas panjang dan beranjak dari duduknya, melangkah gontai kembali ke tempatnya bekerja.

Fin