I Think I Wanna Marry You – Chapt 5

 

Dengan cuek, nona mafia itu melangkah cepat sambil mengeratkan kunciran rambutnya menuju gerbang rumah sakit. Ia tak menyadari jika sejak tadi ada sepasang mata yang tengah mengwasinya dari kejauhan. Sejenak ia berhenti dan menatap sekeliling, tak ada van hitam miliknya disana. Ia mengedikkan bahu, mungkin para anak buahnya lupa menjemput. Tak mau ambil pusing, Park Soo Ji meneruskan langkahnya meninggalkan areal rumah sakit.

 

 

“Dia tak banyak berubah.” Gumam pria berkacamata hitam dari balik jendela taksi yang di tumpanginya. Ia menyeringai kemudian member isyarat pad asang supir agar menunggu sementara ia turun sebentar.

 

 

Soo Ji berdeham, tenggorokannya terasa kering. Mungkin sekaleng lemon tea akan membuatnya lebih baik, segera saja gadis cantik itu menghampiri sebuah vending machine, memasukkan koin dan menekan tombol di deretan minuman pilihannya berada.

 

Tidak terjadi apa-apa, tak ada yang menggelinding keluar. Soo Ji mengerutkan alis, pasti mesinnya rusak. Sambil mendengus ia menoleh ke sekitar,memastikan tak begitu banyak orang yang lewat lalu menendang si vending machine yang malang.

 

 

Duak!  Ctak!

 

It works! Akhirnya kaleng lemon teanya menggelinding keluar, Soo Ji tersenyum puas lalu merunduk mengambil benda itu.

 

 

“Rupanya nona mafia ini masih tak berubah ya.” Kalengnya sudah terbuka namun urung ia reguk isinya karena sapaan seseorang yang sepertinya tertuju padanya. Soo Ji berbalik, ingin tahu siapa yang sudah sok akrab bicara demikian padanya.

 

“Annyeong.” Sosok jangkung berkulit lebih gelap dari pria asia timur kebanyakan itu tersenyum lebar pada Soo Ji seraya membuka kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di wajahnya. Soo Ji tercengang, kelopak matanya mengerjap lamban.

 

“Seulong oppa?” ucapnya dengan mimik tak percaya. Si jangkung bernama Im Seulong di depannya ini masih tersenyum kemudian menarik Soo Ji ke dalam dekapannya.

 

“Bogoshippeo, Bogoshippeo Soo Ji-yah.” Ucap Seulong seraya membenamkan wajahnya di pundak Soo Ji.

 

“Ch-chakamman.” Agak kikuk, Soo Ji mendorong Seulong menjauh. Ia tak menyangka akan mendapat kejutan macam ini. Ya, cinta pertamanya datang setelah hampir tiga tahun meninggalkannya ke Amerika. Soo Ji menggelengkan kepalanya cepat, membuang raut tolol dari wajahnya lalu melayangkan tinju ke perut Seulong.

 

 

“Akh!”

 

“Oppa pikir oppa siapa? Main pergi seenaknya, tak pernah memberi kabar, dan sekarang tiba-tiba muncul?”

 

 

“Ya, ya, aku minta maaf Soo Ji-yah”

 

 

 

 

 

I Think I Wanna Marry U

 

 

“Byun Baekhyun! Kau keterlaluaaan!” Baekhyun terkesiap kaget saat seorang wanita paruh baya memasuki kamarnya dan melemparinya dengan tas.

 

 

Itu ibunya.

 

 

“O-omma, appeo! Aish.” Sungut Baekhyun yang hanya bisa menggunakan kedua tangannya sebagai pelindung. Setengah pikirannya sedang mencari tahu mengapa ibunya bisa tahu kalau ia dirawat disini.

 

 

“Neon! Kenapa bisa sampai seperti ini hah? Omona.” Nyonya Byun menatap miris puteranya lalu duduk di tepi kasur.

 

 

“Omma tau darimana aku disini?” bukannya menjawab Baekhyun lantas balik bertanya, ia hanya bisa meringis saat sang ibu membolak balik pipinya.

 

 

“Seorang gadis, menghubungi ibu lewat ponselmu. Ah, apa dia kekasihmu?” sang ibu menyipitkan matanya, sepertinya berita tentang siapa gadis yang menelponnya lebih penting ketimbang perkembangan keadaan Baekhyun sendiri.

 

“I-itu, Park Soo Ji.” Jawab Baekhyun masih meringis, antara sakit dan terintimidasi dengan tatapan ibunya. Nyonya Byun melebarkan matanya yang tampak berbinar.

 

“Dia kekasihmu? Hm?” desak sang ibu begitu antusias hingga tanpa disadarinya ia menduduki tangan Baekhyun yang dipasangi jarum infus. Dan terang saja itu langsung membuat Baekhyun mengerang kesakitan, hingga ibunya terlonjak kaget dan beberapa orang perawat menghambur masuk.

 

 

“Ada apa tuan?” Tanya salah satu dari tiga orang perawat yang masuk dengan wajah cemas. Baekhyun tak menjawab, ia hanya melirik tangannya yang berdarah hingga merembesi sprei. Nyonya Byun yang melihat hal tersebut langsung menekap bibirnya.

 

“A-aku tak sengaja menindih tangannya. Omo otokke…otokke?” panik ibu Baekhyun sementara ketiga perawat tadi justru saling menatap heran satu sama lain.

 

 

Dan memang selalu begitu, dimana ada nyonya Byun, disitu ada kehebohan.

 

 

 

……………………………………………..

 

“Uri Seulong-a! ah kemarilah kau anak nakal.” Seru Park Jin Young pada pria jangkung yang tengah berjalan bersama puterinya memasuki ruang utama. Soo Ji yang mendapati pemandangan seperti ini hanya bisa memiringkan kepalanya heran, sepertinya sang ayah sudah tahu kalau Seulong akan datang. Menyebalkan, jangan-jangan hanya dirinya yang tak tahu sama sekali?

 

“Appa sudah tau kalau oppa mau datang?” Tanya Soo Ji memastikan. Sang ayah yang sedang sibuk memeluk Seulong kemudian mengangguk dengan senyum lebar. Soo Ji mendengus, benar kan? Cuma dirinya yang tidak tahu.

 

“Aku sengaja kembali tanpa memberimu kabar hehe.” Seulong beralih ke sisi Soo Ji kemudian mengelus lembut pucak kepala gadis yang sudah seperti adik baginya ini. Perlahan diraihnya tangan Soo Ji dan ia genggam lembut.

 

 

“Aku kesini untuk menjemputmu.” Ucap Seulong pelan. Membuat Soo Ji membelalak tak mengerti kemudian melempar tatapan yang sama ke ayahnya.

 

“Menjemputku?” ulang Soo Ji lagi dengan kening berkerut.

 

“Aku mau kau jadi istriku.” Pernyataan yang terlontar tanpa beban itu seketika membuat dua orang Park disitu terperangah bersamaan. Sudah gila kah Im Seulong ini?

 

 

“Tidak lucu oppa.” Soo Ji menarik tangannya dari genggaman Seulong kemudian menghentak langkah pergi meninggalkan Seulong dan ayahnya yang masih tampak kebingungan. Raut muka Soo Ji tampak keruh, entah apa maksud Seulong kali ini, tapi itu berhasil membuat kacau.

 

 

“Nona kenapa? Sepertinya tidak senang dengan kepulangan Seulong Hyung?” takut-takut, Kim Jong In menghampiri Soo Ji yang sedang duduk bersila di tepi lapangan basket di belakang rumah. Sekilas Soo Ji melirik kedatangan Jong In kemudian menghela nafas panjang. Lampu hijau bagi Jong In, karena itu berarti sang Nona tak keberatan ia duduk di sampingnya.

 

 

“Nona mau cerita?” Jong In menunduk, mencoba bertemu pandang dengan Soo Ji. Tak lama kemudian datang lagi sosok Jaebum dan Myungsoo yang saling berangkulan sementara di belakang mereka menyusul Chansung dan Taecyeon.

 

“Oy,kau apakan Nona besar ha?” berlagak pahlawan Jaebum menjewer pelan telinga Jong In lalu ikut duduk bersila diatas hamparan rumput. Si magnae kemudian hanya menggerutu tak jelas sambil mengusapi telinganya. Tanpa disadari itu sudah membuat Soo Ji tersenyum samar.

 

“Nona tidak ikut makan siang dengan Bos dan Seulong-ssi?” celetuk Chansung sambil mengeluarkan sebungkus permen jeruk dari saku jasnya kemudian ia sodorkan pada Soo Ji.

 

“Tidak lapar. Gomawo.” Sahut Soo Ji datar sambil menyambut permen pemberian Chansung. Sejak dulu, walaupun kelihatannya ia selalu bertingkah galak pada pria-pria di sekitarnya ini, jauh dalam hatinya Soo Ji punya rasa sayang yang begitu tulus atas mereka, karena secara tak langsung mereka yang terus menjaganya dari dulu. Dan bagi Park Soo Ji, mereka bukan sekedar anak buah, bodyguard, dan apalah sebutan lainnya. Mereka keluarga, ya keluarga yang saling melindungi dan mendukung satu sama lain.

 

 

“Eh sebenarnya aku ada yang mau kubicarakan nih, mumpung kita semua berkumpul dan kebetulan ada Nona juga.” Atmosfer mendadak serius saat Myungsoo mengambil tempat duduk di tengah-tengah.

 

“Apa memang?” Soo Ji mengangkat dagunya sambil menghisap permen pemberian Chansung.

 

 

“Kudengar Seulong-ssi, terlibat sindikat jual beli narkotika di Hongkong.” Bisik Myungsoo mengundang gumaman tak jelas dari teman-temannya. “Makanya dia kembali kesini dan berniat menjalin kerja sama dengan kelompok kita. Dengan kata lain dia mau melebarkan sayapnya.” Lanjut Myungsoo lagi penuh keyakinan.

 

“Kau tahu darimana?” Tanya Soo Ji dengan tatapan tajam mengarah pada Myungsoo, di dukung anggukan yang lainnya.

 

“Teman main gameku, namanya Hoya. Nah dia tinggal di Hongkong, dan rupanya dia salah satu kurir disana.” Terang Myungsoo lagi, dan sekarang jadilah ia seperti bungayang dikerubungi para kumbang.

 

 

“Ng, ngomong-ngomong kenapa kalian jadi semakin dekat begini?”

 

I Think I Wanna Marry You – chapt 4

Special Guest: Kim Jong In, Lee Joon, Kim Myungsoo, Lee Gikwang, Taeyang

Kim Jong In meringis, tidak tahu hendak melakukan apa dengan stik bisbol di tangannya ini, sementara di depan sana Nonanya melempar tatapan beringas.

“Kau pikir bisa kabur begitu cepat hah?” Myungsoo maju selangkah, ia melakukan improvisasi dengan menendang Baekhyun yang memunggunginya karena tengah melepas ikatan di kaki Soo Ji, ke samping. Pria itu terjerembab, tubuhnya menghantam sebuah rak tinggi dari kayu dan…

Bruaakkk

Benda itu ambruk, menimpa tubuh Baekhyun begitu saja. Semua mata yang ada di ruangan itu mengarah pada si malang Byun.

Kim Myungsoo menelan ludah, wajahnya memucat. Sama halnya dengan Kim Jong In yang refleks mundur selangkah saat tatapan ‘apa yang kalian lakukan’ dari Soo Ji menyambar mereka.

“KENAPA DIAM SAJA! SELAMATKAN DIA BODOH!”

……………………….

“Tulang belakangnya ada yang retak. Dia harus dirawat untuk beberapa waktu.” terang Dokter muda yang di nametagnya tertera nama ‘Kris Wu’ itu pada Soo Ji.

Tak ada jawaban dari Soo Ji, ia tampak gusar dan sesekali iris hitam tajam itu mengarah bengis pada Myungsoo, penyebab utama kecelakaan ini.

“Dia, sudah sadar?” tanya Soo Ji kemudian. Dokter Wu mengedikkan bahunya santai.

“Belum sih, tapi kalau anda mau menemaninya, silahkan.” sang Dokter menjawab santai sambil membenahi letak kacamatanya. Setelah melempar senyum tipis, pria bertubuh jangkung itu membungkuk pamit pergi, meninggalkan Soo Ji dan para anak buahnya.

“N..Nona, aku siap dihukum.” sungut Myungsoo lalu berdiri menghadap Soo Ji dengan wajah pasrah.

“Memangnya apa yang dia lakukan?” bisik Jaebum pada Jong In yang kebetulan berdiri di sampingnya.

“Itu Hyung, dia kelewatan berimprovisasi sepertinya.” balas Jong In sama berbisik. Jaebum hanya mengangguk-angguk.

“Kalian, pulang saja sana. Berkumpul disini apa tidak terlalu mencolok?” cetus Soo Ji datar. Benar saja, beberapa pengunjung Rumah Sakit yang kebetulan melintas tampak tak nyaman saat melihat gerombolan pria tegap yang kebanyakan dari mereka mengenakan jas hitam.

“Tapi nanti Nona sendirian…” Lee Joon menyahut dan disambut anggukan serempak teman-temannya.

“Pulang.” Soo Ji mendelik. delapan orang pria di sampingnya tertunduk bersamaan, lalu satu persatu melangkah pergi setelah berpamitan.

Sekarang tinggalah ia sendirian di lorong rumah sakit. Soo Ji bersedekap, menyandar sebentar di tembok lalu menghela nafas panjang. Dia benci rumah sakit, dia sebenarnya tak pernah mau menginjak tempat ini apapun alasannya. Dan ini adalah yang pertama kalinya Park Soo Ji berada di rumah sakit sejak beberapa tahun yang lalu saat ia masih kecil dan dengan rutin mengunjungi sang ibu bersama ayahnya.

Dia benci rumah sakit karena atmosfernya membuat ia kembali teringat pada masa-masa memilukan itu. Masa dimana ketika ia dan sang ayah menjadi saksi perjuangan terakhir wanita nomer satu bagi keduanya dalam melawan kanker.

Saat itu pula, seorang Park Soo Ji terakhir kali meneteskan air mata. Sejak itu ia bersumpah, takkan meneteskan air mata lagi. Dan jika ia menangis lagi, maka orang yg sudah membuatnya menangis itu adalah orang yang ia cintai hampir seperti ia mencintai ibunya. Sekali lagi ia menghela nafas panjang lalu menegakkan badan dan memasuki kamar tempat Byun Baekhyun dirawat.

Kelopak matanya berkedut saat indera pendengarnya menangkap suara langkah yang mendekat kemudian disambung dengan sesuatu yang diseret dan beradu dengan permukaan lantai. Perlahan, Byun Baekhyun membuka mata, dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah Park Soo Ji.

“Hei, gwenchana?” mata indah itu mengarah cemas pada Baekhyun yang tengah meringis.

“Ne, kau send- akh!” ucapan Baekhyun dipotong oleh erangannya sendiri. Rasa sakit luar biasa tiba-tiba menyerang sekitaran punggungnya saat ia berusaha bangun. Hal itu membuat Soo Ji dengan sigap menahan tubuh Baekhyun lalu meletakkan bantal di belakang punggung pria itu.

“Tulang punggungmu retak, kau harus hati-hati Baekhyun-ssi…” terang Soo Ji pelan. Rasanya tidak tenang melihat keadaan Baekhyun seperti ini. Bukan hanya karena merasa bersalah, tapi ia juga cemas. Iya, dia mencemaskan pria aneh ini.

“Soo Ji-ssi, kau baik-baik saja kan?” tanpa sadar Baekhyun menggapai tangan Soo Ji yang terasa dingin.

Soo Ji terhenyak, Byun Baekhyun ini… Dalam keadaan seperti itu masih memikirkan dirinya. Pria ini benar benar…

“Mm, nan gwenchana.”

Baekhyun tersenyum tipis mendengar jawaban Soo Ji, nyeri di punggungnya yang masih berdenyut mendadak tak terasa lagi. Tangannya menggenggam lembut tangan Soo Ji, dia bersyukur… Sangat bersyukur.

Dia terdiam, tangan hangat itu menggenggam tangannya sekarang. Hanya tangan padahal, tapi itu sudah menciptakan pancaran hangat tersendiri hingga ke relungnya. Perlahan, Soo Ji membalas genggaman Baekhyun. Ia menatap Baekhyun lurus, lama-lama matanya terasa panas, tenggorokannya tercekat, dan hidungnya nyeri.

Buram, sosok Baekhyun mulai tak tampak di pandangannya. Airmatanya sudah menggenang, dengan cepat Soo Ji menundukkan wajah sementara tangannya masih bertaut dengan tangan Baekhyun.

Park Soo Ji menangis… Menangis karena Byun Baekhyun.

“A, keuge… S-Soo Ji-ssi, waeguraeyo? Ada yang sakit kah?”

“Ani, kurasa mataku kemasukan debu.”

I Think I Wanna Marry U

“Bukankah sudah diperingatkan untuk tidak melukai dia?!” Park Jin Young menghentak kasar permukaan meja dengan tangannya. Membuat delapan orang anak buahnya tersentak bersamaan. Semuanya menunduk, tak ada yang berani beradu pandang dengan sang Ketua.

“A-aku terlalu bersemangat Bos…” rutuk Myungsoo sambil mengusap tengkuknya.

“Ck haaah, sudahlah. Moodku sedang bagus hari ini. Kalian pergi saja sana…” Park Jin Young mengibaskan tangannya malas, namun para anak buahnya masih bertahan disana.

“Kalian kenapa?” ia mengedikkan dagunya dengan wajah heran.

“Tapi kami sudah membuat Nona marah.” Jong In angkat bicara, ia tampak saling bertukar pandang dengan para rekannya.

“Nona begitu panik, dia cemas sekali. Kami tak pernah melihatnya seperti itu.” sambung Gikwang yang pipinya memar. Park Jin Young justru tersenyum.

“Kalau begitu, dia memang mencintai pria itu. Sudah pergi sana, kalian pergi minum saja atau apalah terserah.”

Myungsoo dan yang lainnya sempat ternganga lalu saling melempar tawa tertahan kemudian satu persatu melangkah keluar.

“Yeobo, kau kah yang mengirim pria itu? Kuharap dia bisa membahagiakan puteri kita.” gumam Jin Young pada potret mendiang istrinya yang tengah mendekap Soo Ji kecil.

…………………………..

Baiklah, tiga hari ini tidak ada lagi rutinitas membosankan yang dijalani Byun Baekhyun seperti sebelumnya. Malah rasanya lebih menyenangkan, tidak ada lagi yang namanya berhadapan dengan laporan neraca, mendengar bisingnya suara mesin fotokopi, juga menghadapi Lee Jinki yang cerewet.

Dan yang perlu digaris bawahi adalah, ia jadi semakin dekat dengan Park Soo Ji-nya.

“Soo Ji-ssi, aku jadi merepotkanmu ya?” tanya Baekhyun sambil meringis pada Soo Ji yang sedang mendorong kursi rodanya menyusuri lorong rumah sakit menuju taman.

“Ish, kau begini juga karena menyelamatkanku bukan.” sahut Soo Ji berlagak cemberut. Byun Baekhyun mengulum senyum, agak kecewa saat mendengar jawaban Soo Ji, jadi ini hanya balas budi begitu?

“Lagi..pula, mana bisa aku membiarkanmu sendirian di rumah sakit. Kita kan pasangan, sudah semestinya aku menemanimu, Flatbyun.” saat mengucapkan kalimat terakhir, entah kenapa Park Soo Ji memelankan suaranya, wajahnya menunduk dan tampak bersemu. Beruntung Baekhyun tak melihatnya.

Tapi pria itu mendengar jelas apa yang diucapkan Soo Ji. Dan sekarang, wajah Byun Baekhyun sama meronanya dengan Park Soo Ji. Ada sesuatu yang menggelitik di dalam dadanya dan membuat ia terus tersenyum.

Selanjutnya, tak ada yang bicara dari mereka, hingga akhirnya keduanya tiba di taman belakang rumah sakit. Tiga hari rupanya sudah membuat Soo Ji terbiasa, ia dengan cekatan membantu Baekhyun pindah dari kursi roda ke bangku taman lalu duduk bersebelahan.

“Sebenarnya, aku tak pernah mau berada di rumah sakit.” Park Soo Ji memulai topik sambil menghela nafas panjang. Pandangannya menerawang, kemudian terhenti pada seorang pasien wanita yang tengah bercanda dengan puterinya. Ia tersenyum hangat, rasanya seperti disuguhi pemandangan masa lalu.

“Aku benci rumah sakit. Tempat ini merenggut ibuku.” lanjut Soo Ji lagi lalu berdeham pelan. Ia masih betah memandangi wanita pucat yang tengah mendekap puterinya di seberang sana. “Pikiran yang bodoh ya? Haha.”

Baekhyun menoleh pelan, menatap Soo Ji hangat. Tanpa bicara ia meraih tangan Soo Ji lalu menggenggamnya.

“Gomawo, Soo Ji-ssi.” ucap Baekhyun tulus. Kemudian di tengah sejuknya udara pagi di taman itu, di antara kicau burung yang bersahutan, Byun Baekhyun mendaratkan kecupan singkat nan lembut di pipi Soo Ji.

“Uwooooohhh, si Mr. Bean sudah berani cium-ciuum!” heboh Chansung pada dua rekannya. Sejak tadi mereka terus mengawasi Soo Ji dari kejauhan. Dan sekarang, ketiganya tengah bersembunyi di balik semak yang tak begitu jauh dari tempat duduk Soo Ji dan Baekhyun.

“Astaga, ini sungguhan seperti drama.” Jaebum menimpali didukung anggukan kepala oleh Taecyeon yang sedang membidik Nona-nya bersama si Mr. Bean dengan kamera ponsel.

“Bos harus lihat ini.” bisik Taecyeon lalu terkikik senang.

Park Soo Ji mengerjapkan mata lalu menoleh kearah Baekhyun. Pria itu tersenyum, dan entah kenapa senyuman itu terasa seperti magnet bagi Soo Ji yang kemudian ikut menarik kedua sudut bibirnya.

“Baekhyun-ssi, kenapa kau menyukaiku?”

Byun Baekhyun tersentak oleh pertanyaan Soo Ji. Ia mengerling si cantik di sampingnya ini lalu tersenyum.

“Karena sejak pertama kali, kau sudah menunjukkan dirimu yang sebenar-benarnya.” terang Baekhyun dengan tatapan menerawang mengingat pertemuan pertamanya dengan Soo Ji di PC Bang.

“Kau, tidak takut…?” tanya Soo Ji lagi. Baekhyun menggeleng.

“Sama sekali tidak.”

I Think I Wanna Marry U

“Aku sudah sampai, tak perlu dijemput. Aku pulang naik taksi…” celoteh pria jangkung yang tengah melangkah keluar dari gerbang penerbangan internasional itu di ponselnya.

Sejenak setelah memutus pembicaraan, ia menatap layar ponselnya yang menampilkan fotonya dengan seorang gadis cantik berseragam SMU. Senyumnya mengambang, membayangkan bagaimana keadaan gadis di foto itu sekarang, pasti semakin cantik dan tangguh tentunya.

“Oppa kembali, Soo Ji-yah…”