“Kau bajingan Oh Sehun, Bajingan.” geram Tao yang melangkah di depan Sehun memasuki rumah hantu keparat yang sebenarnya tak pernah ingin ia masuki sama sekali. Sialnya ia tak dapat menolak ajakan si setan putih saat pemuda yang suka semena-mena itu mengancam takkan menungguinya mandi lagi jika Tao tak mau diajak kesana.
Dan mau tak mau, ia setuju. Setuju dengan amat sangat tak ikhlas.
“Kalau kau takut, kau boleh memelukku.” bisik Sehun jahil sambil meletakkan dagunya di pundak Tao.
“Kepalamu!”
Sehun tergelak, kini mereka mulai menyusuri lorong gelap yang terasa dingin dan sayup-sayup terdengar gumaman aneh lalu tawa mengikik. Tao mulai tersendat langkahnya, kepalanya menoleh kesana-kemari, tampak was was, sementara Korea tengil di belakangnya hanya merapatkan bibir menahan tawa.
“Aku benar-benar akan membunuhmu setelah ini Oh Sehun, aku sungguh–WAAAAAAAAAAAAAAAAA!!”
Seorang wanita muncul dari balik tirai yang tercabik dan melangkah cepat kearah Tao. Dan begitu tangan pucatnya hendak menjangkau Tao, si Cina itu langsung berbalik dan menubruk Sehun memohon perlindungan.
“Bwuahahahaha, dia cuma lewat Tao-a, astaga. Ngomong-ngomong dia imut.” kelakar Sehun sambil menepuk-nepuk pundak Tao.
“Imut kepalamu! Dasar sinting!” rutuk Tao dengan suara bergetar lalu mengatur nafas begitu sadar wanita menyeramkan tadi sudah tak ada di sekitarnya. Dan Sehun masih tertawa begitu puas.
“Mereka pasti akan semakin banyak setelah ini. Astaga ini menyebalkan.” rutuk Tao pelan namun kakinya terus melangkah karena di belakangnya, Sehun terus berusaha memeluknya. Brengsek memang. Dan kali ini, mereka memasuki sebuah kamar yang diterangi lampu temaram berwarna kemerahan.
Tao mengumpat dalam hati saat ia dan Sehun melewati seorang wanita yang tengah duduk meringkuk memunggungi mereka dengan tubuh bergetar. Ini benar-benar mimpi buruk, paling buruk dari segala mimpi buruk yang pernah ia alami.
“Jangan buat keributan atau dia akan berbalik dan menelanmu.” bisik Sehun lalu membekap mulut Tao dari belakang dan menuntunnya agar terus berjalan. Si Cina cerewet menurut saja sambil sesekali matanya melirik sosok mengerikan yang berada persis di samping kakinya.
Dan berhasil, mereka melewati kamar-pengap-sialan tadi dengan mulus tanpa gangguan dan kini beralih ke lorong gelap yang tampak tak berujung. Tao menyikut pelan perut Sehun dari depan saat tangan si setan putih itu masih membekap mulutnya.
“Oh, maaf maaf. Haha!” kata si tengil Oh lalu menjauhkan tangannya sambil tertawa. Tao mendengus, bagaimana mungkin di keadaan semencekam ini Oh Sehun masih bisa tertawa-tawa sementara ia sendiri mulai merasa pening dan ingin segera menemukan pintu keluar.
Baru saja Tao bisa bernafas lega dan mulai rileks dengan langkahnya saat melewati tumpukan box berdebu, tiba-tiba muncul lagi sosok keparat yang lebih tinggi dari Tao, wajahnya penuh bekas jahitan dan tangannya memegang kapak berdarah. Tao menjerit sejadinya, rasanya mau muntah dan kencing di saat bersamaan.
“Bwuahahahaha, astaga ini menyenangkan. Ahjussi maaf temanku berisik sekali.” dan Oh Sehun justru tertawa lalu membungkuk pada sosok yang sudah membuat Tao seperti orang kerasukan.
Entah apa yang diucapkan oleh Tao, mungkin Doa, mungkin juga umpatan, yang jelas ia menggunakan bahasa kampung halamannya. Dan belum stabil lagi debaran jantung si Cina, ia kembali dibuat sinting saat sebuah tangan menangkap pergelangan kakinya. Tao bergidik, lalu berlari tak tentu arah dan menabrak tumpukan kardus di depannya hingga berjatuhan.
Mungkin hari ini memang hari sialnya. Si jagoan kungfu yang takut hantu itu jatuh terduduk, beruntung ia tak mengompol saat wanita berambut kusut yang ‘menyambutnya’ saat pertama masuk tadi kembali muncul di depannya. Telinganya berdenging hebat, dan jantungnya menghentak brutal. Lututnya lemas, ah tidak..seluruh tubuhnya lemas dan itu membuatnya tak bisa berkutik.
“SEHUN-AAAAAA.”
Runtuhlah sudah benteng gengsinya yang sudah dibangun kokoh sedemikian rupa. Tao menjerit seperti anak perempuan, dan nama Oh Sehun yang keluar.
Mendengar namanya disebut, Oh Sehun yang tadinya sedang terpingkal mulai mengurangi tawanya lalu tertatih menghampiri Tao, membantu si panda berdiri dengan tawa tertahan.
“Oke oke, berdiri, kita keluar. Kau masih bisa jalan?” tanya Sehun nyaris terpingkal lagi melihat wajah Tao yang memucat pasi.
“K-kau brengsek aku membencimu!” geram Tao yang berpegang kuat di lengan Sehun, ia berjengit ngeri saat melewati wanita yang sudah membuatnya membanting harga dirinya malam ini menuju pintu keluar.
…………….
“Baru kali ini aku melihatmu begitu, ya ampun perutku sakit.” Oh Sehun memegangi perutnya sambil terkikik. Sementara pemuda yang berjalan di sampingnya hanya mencibir kemudian menyepak bokong si setan putih kesal.
“Diam kau! Sialan!” bentak Tao serak. Bagaimana tidak? Ia terus-terusan berteriak sejak tadi dan nyaris dalam waktu yang beriringan.
Sehun masih tertawa, ia melirik Tao lalu merangkul si tetangga tersayang seenaknya.
“Aku suka saat kau memanggilku tadi haha.” goda Sehun lalu terkekeh nakal sementara Tao hanya meliriknya keji. Rasanya ingin meninju wajah tampan menyebalkan di depannya ini.
“Tertawa saja kau, bajingan.”
Sehun melirik Tao yang entah kenapa sangat menggemaskan saat murka begini, ia lalu menarik kekasihnya itu menuju sebuah gang sempit yang sepi dan tak terjamah pencahayaan lampu jalan. Dihempaskannya punggung Tao ke dinding gang yang ditempeli selebaran-selebaran usang itu.
“Bendan! Mau apa kau? Sudah ya Oh Sehun, aku sudah cukup syok dengan makhluk-makhluk sialan di tempat tadi.” Tao memperingatkan dengan suara bergetar. Tapi Sehun tak mengindahkannya, kini kedua tangannya menahan bahu Tao sementara wajahnya bergerak maju menghampiri wajah Tao.
“Mungkin ini akan mengejutkan juga, tapi cuma sebentar hehe.”
Tidak, cengiran itu… Tao merasa nafasnya tersendat. Dan benar saja, si tengil di depannya ini menciumnya tanpa permisi. Mengecupi bibirnya yang mungkin tadi sempat membiru karena ketakutan kemudian melumatnya pelan.
Tao meremas ujung jaket Sehun, memukul pelan dada si setan putih namun justru memberi hasil berbeda. Oh Sehun menekan bibirnya semakin dalam, tangannya kini beralih memegangi kedua pipi Tao. Bisa ia dengar jelas suara tarikan nafas Sehun yang panjang dan kemudian hembusan hangatnya menerpa langsung kulit pipinya.
Sialan memang Oh Sehun ini, tapi Tao bisa menolaknya.
“Mmh.” si cerewet menggeliat pelan, kepalanya mulai bergerak berlawanan arah dengan Sehun. Romanya meremang saat sebelah tangan Sehun meraba tengkuk dinginnya, sementara di mulutnya, lidah Sehun mulai bergerak aktif.
Sehun menggeram tertahan saat Tao, entah sengaja atau tidak menggerakkan paha dan menyentuh pangkal tubuhnya. Sekarang giginya ikut bekerja, ia menggigit gemas bibir kenyal Tao kemudian menghisapnya kuat. Sekilas sudut bibir membentuk senyum samar saat lidah Tao gantian menyeruak rongga mulutnya. Sepasang organ tak bertulang yang basah dan licin itu saling membelit dan menekan. Hingga akhirnya, salah satu pemiliknya melepas kontak karena kehabisan nafas.
Tao, tentu saja.
“Kau masih syok?” tanya Sehun cuek sambil mengusap sekitaran bibir Tao yang basah dengan lengan jaketnya.
“Tidak tau, aku mau pulang, kepalaku pusing.” jawab Tao tanpa memandang lawan bercumbunya tadi.
“Oke, kita lanjutkan di rumah. Di kamarmu, atau kamarku?”
“Lanjutkan kepalamu! Aku mau istirahat bendan!”
Fin