Headache

Ia sudah hendak mengomel saat mendapati televisinya masih menyala dan orang yang katanya numpang menonton sebelum ia pergi ke rumah Son Qian tadi sore justru tak ada di tempat. Tapi rencana berkicaunya urung saat pasang matanya menemukan sosok Oh Sehun tertidur tiarap di atas sofa. Sebelah tangannya yang masih memegang remote tv terjulur ke lantai. Huang Zi Tao hanya menghela nafas panjang kemudian pelan-pelan menghampiri Sehun dan dengan hati-hati mengambiL remote di tangan si setan putih agar ia tak terbangun.

 

Televisi sudah berhasil dimatikan, Tao berjngkat-jingkat di dekat sofa membereskan remahan makanan kecil yang sudah jelas bekas Oh Sehun. Sesekali, di sela kegiatan bersih-bersihnya Tao melirik adam yang tengah mendengkur pelan di atas sofa, ia tertawa samar saat mendengar Sehun menggumam tak jelas lalu menggaruk pipi tirusnya. Selesai dengan remahan yang tadi mengoroti karpetnya, Tao melangkah menuju dapur, mencuci tangannya di bak cuci piring kemudian membasahi tenggorokannya dengan segelas air dingin lalu kembali ke ruang tengah.

 

“Punya kamar sendiri, malah tidur di sofa orang ckckck.” Cibir Tao sambil menggelengkan kepalanya.

 

“Yasudah aku tidur di kamarmu.”

 

Tao tersentak, rupanya si bajingan tampan ini mendengar ucapannya. Sekarang tubuh ramping yang sejak tadi tengkurap itu mulai bergeming, menggeliat sebentar kemudian mulai bangkit dan duduk bersila sambil menguap. Melihat gerak-gerik ‘seenak udel’ Oh Sehun, Tao hanya menggeram pelan lalu duduk menghempas di samping si Korea tengil.

 

“Jadi aku boleh tidur di kamarmu? Kita tidur bersama malam ini?” Sehun menoleh, entah mata Tao yang salah atau si setan putih ini tampak pucat.

 

“Kepalamu!” Tao mengeluarkan ucapan pamungkasnya lalu memukul kuat kepala Sehun dengan bantalan sofa, membuat sang tetangga mengerang kesakitan tapi detik berikutnya ia justru tertawa lalu dengan seenaknya menyorongkan badannya kearah Tao, berbaring dengan paha Tao sebagai bantalnya.

 

“Sebentar ya kungfu panda, kepalaku pusing.” Ucap Sehun sebelum Tao membuka mulut mengomelinya. Ia kembali memejamkan mata sambil tangannya meraih tangan Tao kemudian ia letakkan di dadanya sendiri dan digenggamnya hangat.

“Sudah minum obat?” tanya Tao sumbang namun tak menunjukkan kalau ia keberatan atas perlakuan Sehun kali ini. Yang ditanyai kemudian menggeleng singkat dengan mata terpejam.

 

Tao menghela nafas pelan, wajahnya menunduk menatap Sehun lekat lalu sebelah tangannya yang bebas dari pegangan Sehun bergerak perlahan ke pelipis si setan putih dan mulai memberi pijatan pelan. Samar, bibir Oh Sehun menggurat sebuah senyuman disusul dengan kelopak matanya yang berkedut dan membuka perlahan.

 

“Gomawo.” Bisik Sehun sebelum akhirnya kembali memejamkan mata sementara Tao hanya mengangguk pelan, dan entah Sehun melihatnya atau tidak, si Cina cerewet ini juga tersenyum.

 

 

Fin

 

Fucking Pinky Morning

Ia, si setan putih, mengetuk beberapa kali pintu di depannya sambil menyesap bibir bawahnya menunggu sang tuan rumah membukakan. Dan setelah ketukan ke lima, terdengar suara bergemeretak dari balik pintu yang kemudian terbuka dan tampaklah wajah bangun tidur Huang Zi Tao menyambutnya pagi ini.

 

 

Sehun tersenyum manis lalu mengacak surai pirang yang senada dengan miliknya dan menyelinap masuk sebelum dipersilahkan. Si Cina cerewet hanya melongo melihat tingkah tetangganya pagi ini, pemuda berkulit susu yang suka semena-mena itu melangkah santai menuju bangku kecil di dekat kamar mandi lalu duduk manis di atasnya.

 

 

“Apa?” tanya Sehun heran saat Tao masih mematung di dekat pintu masuk memandangnya. “Mandilah.” sambungnya sambil menggedikan kepalanya santai.

 

 

“Aku bahkan belum memintamu.” gumam Tao yang akhirnya bergeming. Setelah menutup pintu, ia berjalan menghampiri Sehun. Dan si Korea tengil itu membuatnya terkejut saat Tao baru tiba di depannya dengan memeluk perutnya masih dalam posisi duduk.

 

 

“A-apa?” tanya Tao mulai ketar-ketir. Takut manusia di depannya ini, berbuat yang tidak-tidak seperti waktu itu.

 

 

“Tidak, yang tadi malam…terimakasih.” gumam Sehun lalu mendongak, dagunya menempel di perut Tao sementara lengannya tentu saja masih melingkari pinggang Tao.

 

 

Tao tak menjawab, wajahnya menghangat. Sangat hangat bahkan rasanya sampai turun ke dadanya, bukan..bukan karena terpaan cahaya matahari pagi yang menembus jendela. Tapi karena si tampan sialan di depannya ini. Pelan-pelan, kecepatan detak jantungnya bertambah tiap sekon, seperti mendesaknya untuk berucap.

 

 

“Aku juga mencintaimu.”

 

 

Dan dia mengucapkannya, jawaban atas ucapan Sehun tadi malam. Iya tadi malam, dan si cerewet ini baru menjawabnya pagi ini. Wajahnya masih memerah hingga ke cuping telinga, dan Tao merasa ada yang membuat dadanya sesak hingga rasanya hampir meledak.

 

 

Yang ia ucapkan barusan kenapa rasanya menjadi candu? Ia jadi ingin terus mengulanginya, berulang kali…

 

 

Tidak, tidak jangan begitu. Diri Tao yang satunya memperingatkan. Dan akhirnya ucapan bertubi-tubi itu digantikan dengan hal lain. Tao mengusap rambut Sehun, begitu lembut dan penuh sayang. Ia bahkan tak percaya ia melakukan ini, hanya mengusap rambut si setan putih tapi ia hampir menangis karena terharu.

 

 

 

“Jadi? Kita akan melakukannya di kursi?” tanya si Oh merusak suasana. Usapan tangan Tao berhenti dan berganti dengan jitakan kecil di kepala Sehun.

 

 

“Kepalamu! Bendan!” kutuk Tao lalu menjauh, menarik handuk lalu memasuki kamar mandi sambil mengomel tak jelas.

 

Pintu dibanting seperti biasa. Oh Sehun hanya mengulum senyum kemudian menyandarkan punggungnya. Semuanya tampak merah muda sekarang jika ia ingat yang di ucapkan si Cina cerewet tadi.

 

 

Aku juga mencintaimu.

 

 

Kemudian Oh Sehun tersenyum lagi.

 

 

 

Fin

Words

“Kenapa kau melihatku begitu?” tanya Oh Sehun datar sembari melirik heran pemuda berdarah Cina di sampingnya yang sejak tadi terus memandanginya. Sebenarnya, si panda cerewet inipun tak punya alasan kuat kenapa sejak tadi ia terus memandang setan putih yang pipinya memar ini. dia hanya ingin melakukannya, memandangnya.

 

Oke, dia kepalang menyayangi bajingan tengik ini hanya saja masih terlalu gengsi untuk menunjukkannya.

 

“Masih sakit?” bukannya menjawab pertanyaan Sehun tadi, Tao justru melontarkan pertanyaan. Yang ditanyai meraba tulang pipi kemudian menjilat luka di sudut bibirnya yang mengering sambil mengangkat enteng bahu tegapnya.

 

“Tidak sih, tapi rusukku agak nyeri haha.” Cetus si tengil kemudian. Jika kemarin ia yang merecoki tempat tinggal Tao, sekarang giliran dirinya yang mendapat kunjungan dari si Panda tukang marah-marah.

 

Tao hanya menghela nafas lalu mengangkat kakinya keatas sofa dan bersila. Tangannya terulur ke meja, menjangkau gelas berisi coklat hangat yang tadi dibuat oleh Sehun kemudian menyeruputnya sedikit demi sedikit.

 

“Tadi ibuku menemuiku.” Dan ternyata Oh Sehun ini masih mengingat janjinya pada Tao tadi pagi, untuk menceritakan apa yang membuatnya mendada brutal dengan tidak elitnya di kampus tadi pagi. Ia menjilat bibir bawahnya, menghela nafas panjang kemudian sedikit memiringkan posisi duduknya menghadap Tao yang baru saja menaruh gelas di tangannya kembali ke meja.

 

“Lalu?” Tao juga melakukan hal yang sama, dalam sekali sentakan kini ia sudah menghadap Oh Sehun, tampak siap mendengarkan kisah si setan putih tersayang.

 

“Kupikir dia memintaku kembali karena memang ingin anak mereka pulang. Tapi ternyata aku terlalu besar kepala. Haha.” Diujung ucapannya, Sehun tertawa getir dan Huang Zi Tao masih terbilang peka untuk menangkap ada kesedihan dibalik tawa barusan. Sehun masih tertawa, namun terdengar sumbang sementara tubuhnya semakin merunduk dan pundaknya tampak bergetar.

 

Tawa si setan putih perlahan memudar kemudian sayup-sayup digantikan dengan isakan tertahan yang ditelan berulang-ulang. Alis Tao bertaut sedih melihat keadaan adam di depannya, ini pertama kalinya ia melihat seorang Oh Sehun tampak begini rapuh.

 

 

“Tao-a, kau tau? Waktu kecil, setiap malam saat aku tidur, aku tak pernah menutup rapat pintu kamarku, tak mematikan lampu tidurku. Hanya agar jika mereka pulang, mereka singgah ke kamarku, melihatku.” Suara si Oh tercekat, wajahnya masih menunduk dan sebelah tangannya menutupi wajahnya yang basah oleh airmata. Sesekali mengusapnya kemudian menghela nafas panjang.

 

Tao diam terenyuh, matanya menatap Sehun nanar. Perlahan tangannya terulur menyentuh bahu Sehun, mengusapnya lembut dan sejurus kemudian tangan satunya menyusul, bergerak melingkari pundak Sehun dan mulai memeluknya erat. Tak ada yang bicara kemudian, Tao mengusapi punggung Sehun lembut dan suara isakan Oh Sehun masih terdengar, membuatnya dadanya terasa nyeri. Sehun sendiri tak membalas pelukan Tao, namun kepalanya ia biarkan terkulai di pundak tetangganya itu.

 

“Kau…punya aku sekarang, Oh Sehun.” Bisik Tao lalu melonggarkan pelukannya dan mendorong pelan tubuh Sehun. Disentuhnya pelan wajah Sehun lalu telapak tangannya beralih mengusap rembesan air di pipi tirus si setan putih. Dan kali ini emosinya yang bicara, mengingat Tao adalah seorang yang gampang tersentuh hatinya, ia menegakkan wajah Sehun dan menempelkan bibirnya begitu saja di bibir Sehun yang saat ia mengecup dan tak sengaja menyesap terasa asin karena terkena airmata.

 

Oh Sehun membeku di tempat, matanya mengerjap beberapa kali dan tampak kaget dengan tingkah tak biasa Tao kali ini. Tapi detik berikutnya, bajingan tampan ini memejamkan matanya perlahan, membiarkan Tao membuainya entah sampai kapan, hanya dengan kecupan penuh perasaan, tanpa lidah, tanpa kobaran nafsu.

 

“A-aku pulang dulu, ada tugas.” Dan si Cina cerewet kembali ke mode semula begitu ia mengakhiri ciumannya atas Oh Sehun. Dengan wajah memerah padam, ia lalu bangkit dari sofa dan melangkah tergesa menuju pintu keluar. Dan saat Tao sudah tinggal selangkah menggapai kenop pintu, Oh Sehun memanggilnya parau.

 

 

“Tao-a.”

 

“Apa?”

 

“Aku mencintaimu.”

 

 

Fin

Tentang Setan Putih (lagi)

Wajahnya keruh, sejak tadi ia hanya berdiri canggung di samping pintu masuk ruang kerja Tuan Besar Oh. Sesekali hawa cantik itu menggigit bibir bawahnya cemas lalu tangannya terangkat menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.

Rasanya ingin tak mempercayai apa yang dilihatnya tadi malam, saat ia menguntit Huang Zi Tao sejak ia pulang kuliah dan rupanya pemuda itu juga bersama Sehun. Mereka pergi ke sebuah rumah hantu tak jauh dari kampus, kemudian pulang bersama. Dan saat itulah, Jung Soo Jung dibuat terbelalak saat melihat apa yang dilakukan dua lelaki itu dalam kegelapan yang tak begitu pekat. Bukan hanya Soo Jung yang melihatnya, ada pasang mata milik Kim Junmyeon–tangan kanan Tuan Besar Oh–yang menyaksikannya malam itu.

Klek…

Pintu terbuka, Junmyeon melangkah tenang keluar dari ruang kerja Tuan Oh setelah membungkuk sopan dan menutup pintunya pelan.

“O-oppa cerita semuanya pada abeonim?” tanya Soo Jung sambil menahan lengan Junmyeon takut-takut.

“Mm.” Junmyeon mengangguk lalu tersenyum tipis.

“Tentang… Sehun dan…temannya itu juga?” Soo Jung kembali bertanya dan kali ini suaranya hampir seperti bisikan. Jumyeon diam sejenak, tatapannya berubah sendu.

“Tidak. Aku…tak sampai hati menyampaikannya.” sang adam menggeleng. Soo Jung menghela nafas lega.

“Haruskan kita merahasiakannya? Aku tak mau abeonim semakin menyakiti Sehun.” lirih Soo Jung. Junmyeon hanya menghela nafas kemudian mengajak Soo Jung berjalan, mungkin mencari tempat yang lebih aman untuk membicarakan hal ini.

“Aku juga tidak tahu harus bagaimana.” gumam Junmyeon dan Soo Jung menatapnya nanar. Dua orang ini adalah orang yang benar-benar menyayangi Oh Sehun, yang dianggap keluarga oleh Sehun, dan sekarang keduanya dilanda dilema.

“Sudahlah, biar selanjutnya aku yang terus melapor pada sajangnim. Kau istirahatlah Soo Jung-a.” ucap Junmyeon menenangkan, tangannya mengacak pelan rambut Soo Jung, membuat gadis itu tersenyum kecil.

………………..

Langkah ringan si setan putih mendadak terhenti saat matanya menangkap sosok dua orang bersetelan jas hitam dan rapi berdiri di samping gerbang kampusnya. Dia kenal dua manusia itu.

Pengawal pribadi ibunya.

Sehun menghela nafas muak, lalu dengan tak acuh ia melengos melewati dua orang tadi namun terlambat, pundaknya keburu ditahan dan ia digiring pelan menuju sebuah mobil yang di parkir tak begitu jauh dari gerbang masuk.

“Nyonya mau bicara Tuan.” terang sang pengawal kemudian membukakan pintu mobil untuk Sehun. Tak ada perlawanan dari si Oh muda kali ini, ia hanya menghela nafas kemudian masuk ke mobil dan duduk menghempas di kursi penumpang.

Di sebelah ibunya.

“Sampai kapan kau mau bermain-main seperti ini Oh Sehun?”

“Aku sedang belajar, tidak bermain. Jadi ada apa menemuiku? Tumben…tidak sedang sibuk?”

“Ini serius.”

“Aku terdengar bercanda?”

“Berhenti bertingkah kekanakan, kau penerus keluarga ini, dewasalah.”

Sehun tertawa getir. Ia melirik wanita paruh baya di sampingnya ini kemudian menghela nafas.

“Iya, aku cuma dilahirkan sebagai penerus. Begitulah pandangan kalian terhadapku, tak lebih.”

Plak!

Sebuah tamparan mendarat keras di pipi putih Sehun. Nyonya Oh bernafas cepat dan nyaring, matanya berkilat marah menatap putera semata wayangnya yang kini hanya menunduk memegang pipinya yang memerah tanpa memasang ekspresi apapun.

“Sudah?” Sehun menoleh, menatap ibunya dingin. Yang ditampar memang pipinya, tapi yang terasa begitu sakit sekarang justru hatinya. Tanpa menunggu jawaban dari sang ibu karena sepertinya memang tak perlu, Oh Sehun membuka kasar pintu mobil lalu melangkah keluar dan sengaja menabrak kedua pengawal ibunya yang berdiri tegap di depan pintu mobil menghalangi langkahnya.

Masa bodoh dengan ibu dan pengawal tololnya itu, Sehun terus saja melangkah lebar dan tergesa memasuki kompleks universitas. Perasaannya campur aduk, semuanya berkecamuk. Kacau.

Bruak!

“Brengsek, pakai matamu kalau jalan!”

Langkah Sehun berhenti, ia berbalik dan orang yang meneriakinya tadi masih berdiri menantang di tempat yang sama. Sehun tak mengenalnya, mungkin mahasiswa dari jurusan lain atau staff, apalah terserah. Yang jelas sekarang ia sedang panas dan manusia di depannya sepertinya bisa jadi pelampiasan yang tepat.

“Kau yang brengsek!” geram Sehun lalu mempercepat langkahnya dan dalam hitungan detik, telapak kakinya sudah menghantam perut pemuda tadi hingga ia terpelanting. Tak cukup sampai disitu, Sehun menerjangnya tanpa peduli sekitar, menindih tubuh yang terbilang lebih berisi darinya itu kemudian meninjunya brutal.

Ricuh, para mahasiswa mulai berkumpul melihat kekacauan, beberapa dari mereka berusaha melerai namun sialnya, begitu Sehun berhasil dijauhkan, si gemuk tadi justru balas menyerang, ditendangnya kuat rusuk Sehun kemudian dihantamnya tulang pipi Sehun dengan kepalan gemuknya. Oh Sehun menggeram murka lalu berontak dan berhasil melepaskan diri.

“Sehun-a!”

Huang Zi Tao muncul menyeruak dari kerumunan lalu menahan pundak Sehun, menarik si kulit susu ke belakang punggungnya kemudian dengan sigap kakinya terangkat lurus dengan telapak nyaris menyentuh ujung hidung si gemuk yang rupanya hendak menyerang Sehun lagi.

Hening. Beberapa mungkin terpukau oleh aksi Tao, dan beberapanya lagi sibuk mengabadikan dengan ponsel.

“Bubar.” ucap Tao pelan sambil menurunkan kakinya perlahan. Ia menunduk sungkan saat merasa seluruh mata tertuju padanya saat ini, lalu dengan tak acuh ia menyeret Sehun menjauh.

……………….

“Pikirmu kau keren hah? Bendan.” omel Tao sambil menyodorkan kotak susu dingin sebagai kompres pada Sehun. (Sehun menolak dibawa ke ruang kesehatan tadi)

Tak ada jawaban dari manusia menyebalkan di sampingnya. Tao melirik sekilas, Sehun hanya menunduk lalu menempelkan kotak susu tadi di tulang pipinya sambil meringis.

“Ada apa sih sebenarnya?” tanya Tao lagi mulai bawel. Sehun masih bungkam, alih-alih menjawab, si setan putih itu kemudian menaruh kepalanya di pundak Tao.

“Jangan banyak tanya. Aku lelah sekarang ini.” gumam Sehun tanpa intonasi. Tao sedikit berjengit saat beberapa mahasiswa melewati mereka dan menatap heran. Si Cina cerewet berusaha tampak tenang, toh Sehun hanya sedang menyandar di pundaknya.

“Kau…bisa cerita padaku kalau kau punya masalah.”

“Ya, nanti.”

“Mm.”

Fin. 

Haunted House

“Kau bajingan Oh Sehun, Bajingan.” geram Tao yang melangkah di depan Sehun memasuki rumah hantu keparat yang sebenarnya tak pernah ingin ia masuki sama sekali. Sialnya ia tak dapat menolak ajakan si setan putih saat pemuda yang suka semena-mena itu mengancam takkan menungguinya mandi lagi jika Tao tak mau diajak kesana.

Dan mau tak mau, ia setuju. Setuju dengan amat sangat tak ikhlas.

“Kalau kau takut, kau boleh memelukku.” bisik Sehun jahil sambil meletakkan dagunya di pundak Tao.

“Kepalamu!”

Sehun tergelak, kini mereka mulai menyusuri lorong gelap yang terasa dingin dan sayup-sayup terdengar gumaman aneh lalu tawa mengikik. Tao mulai tersendat langkahnya, kepalanya menoleh kesana-kemari, tampak was was, sementara Korea tengil di belakangnya hanya merapatkan bibir menahan tawa.

“Aku benar-benar akan membunuhmu setelah ini Oh Sehun, aku sungguh–WAAAAAAAAAAAAAAAAA!!”

Seorang wanita muncul dari balik tirai yang tercabik dan melangkah cepat kearah Tao. Dan begitu tangan pucatnya hendak menjangkau Tao, si Cina itu langsung berbalik dan menubruk Sehun memohon perlindungan.

“Bwuahahahaha, dia cuma lewat Tao-a, astaga. Ngomong-ngomong dia imut.” kelakar Sehun sambil menepuk-nepuk pundak Tao.

“Imut kepalamu! Dasar sinting!” rutuk Tao dengan suara bergetar lalu mengatur nafas begitu sadar wanita menyeramkan tadi sudah tak ada di sekitarnya. Dan Sehun masih tertawa begitu puas.

“Mereka pasti akan semakin banyak setelah ini. Astaga ini menyebalkan.” rutuk Tao pelan namun kakinya terus melangkah karena di belakangnya, Sehun terus berusaha memeluknya. Brengsek memang. Dan kali ini, mereka memasuki sebuah kamar yang diterangi lampu temaram berwarna kemerahan.

Tao mengumpat dalam hati saat ia dan Sehun melewati seorang wanita yang tengah duduk meringkuk memunggungi mereka dengan tubuh bergetar. Ini benar-benar mimpi buruk, paling buruk dari segala mimpi buruk yang pernah ia alami.

“Jangan buat keributan atau dia akan berbalik dan menelanmu.” bisik Sehun lalu membekap mulut Tao dari belakang dan menuntunnya agar terus berjalan. Si Cina cerewet menurut saja sambil sesekali matanya melirik sosok mengerikan yang berada persis di samping kakinya.

Dan berhasil, mereka melewati kamar-pengap-sialan tadi dengan mulus tanpa gangguan dan kini beralih ke lorong gelap yang tampak tak berujung. Tao menyikut pelan perut Sehun dari depan saat tangan si setan putih itu masih membekap mulutnya.

“Oh, maaf maaf. Haha!” kata si tengil Oh lalu menjauhkan tangannya sambil tertawa. Tao mendengus, bagaimana mungkin di keadaan semencekam ini Oh Sehun masih bisa tertawa-tawa sementara ia sendiri mulai merasa pening dan ingin segera menemukan pintu keluar.

Baru saja Tao bisa bernafas lega dan mulai rileks dengan langkahnya saat melewati tumpukan box berdebu, tiba-tiba muncul lagi sosok keparat yang lebih tinggi dari Tao, wajahnya penuh bekas jahitan dan tangannya memegang kapak berdarah. Tao menjerit sejadinya, rasanya mau muntah dan kencing di saat bersamaan.

“Bwuahahahaha, astaga ini menyenangkan. Ahjussi maaf temanku berisik sekali.” dan Oh Sehun justru tertawa lalu membungkuk pada sosok yang sudah membuat Tao seperti orang kerasukan.

Entah apa yang diucapkan oleh Tao, mungkin Doa, mungkin juga umpatan, yang jelas ia menggunakan bahasa kampung halamannya. Dan belum stabil lagi debaran jantung si Cina, ia kembali dibuat sinting saat sebuah tangan menangkap pergelangan kakinya. Tao bergidik, lalu berlari tak tentu arah dan menabrak tumpukan kardus di depannya hingga berjatuhan.

Mungkin hari ini memang hari sialnya. Si jagoan kungfu yang takut hantu itu jatuh terduduk, beruntung ia tak mengompol saat wanita berambut kusut yang ‘menyambutnya’ saat pertama masuk tadi kembali muncul di depannya. Telinganya berdenging hebat, dan jantungnya menghentak brutal. Lututnya lemas, ah tidak..seluruh tubuhnya lemas dan itu membuatnya tak bisa berkutik.

“SEHUN-AAAAAA.”

Runtuhlah sudah benteng gengsinya yang sudah dibangun kokoh sedemikian rupa. Tao menjerit seperti anak perempuan, dan nama Oh Sehun yang keluar.

Mendengar namanya disebut, Oh Sehun yang tadinya sedang terpingkal mulai mengurangi tawanya lalu tertatih menghampiri Tao, membantu si panda berdiri dengan tawa tertahan.

“Oke oke, berdiri, kita keluar. Kau masih bisa jalan?” tanya Sehun nyaris terpingkal lagi melihat wajah Tao yang memucat pasi.

“K-kau brengsek aku membencimu!” geram Tao yang berpegang kuat di lengan Sehun, ia berjengit ngeri saat melewati wanita yang sudah membuatnya membanting harga dirinya malam ini menuju pintu keluar.

…………….

“Baru kali ini aku melihatmu begitu, ya ampun perutku sakit.” Oh Sehun memegangi perutnya sambil terkikik. Sementara pemuda yang berjalan di sampingnya hanya mencibir kemudian menyepak bokong si setan putih kesal.

“Diam kau! Sialan!” bentak Tao serak. Bagaimana tidak? Ia terus-terusan berteriak sejak tadi dan nyaris dalam waktu yang beriringan.

Sehun masih tertawa, ia melirik Tao lalu merangkul si tetangga tersayang seenaknya.

“Aku suka saat kau memanggilku tadi haha.” goda Sehun lalu terkekeh nakal sementara Tao hanya meliriknya keji. Rasanya ingin meninju wajah tampan menyebalkan di depannya ini.

“Tertawa saja kau, bajingan.”

Sehun melirik Tao yang entah kenapa sangat menggemaskan saat murka begini, ia lalu menarik kekasihnya itu menuju sebuah gang sempit yang sepi dan tak terjamah pencahayaan lampu jalan. Dihempaskannya punggung Tao ke dinding gang yang ditempeli selebaran-selebaran usang itu.

“Bendan! Mau apa kau? Sudah ya Oh Sehun, aku sudah cukup syok dengan makhluk-makhluk sialan di tempat tadi.” Tao memperingatkan dengan suara bergetar. Tapi Sehun tak mengindahkannya, kini kedua tangannya menahan bahu Tao sementara wajahnya bergerak maju menghampiri wajah Tao.

“Mungkin ini akan mengejutkan juga, tapi cuma sebentar hehe.”

Tidak, cengiran itu… Tao merasa nafasnya tersendat. Dan benar saja, si tengil di depannya ini menciumnya tanpa permisi. Mengecupi bibirnya yang mungkin tadi sempat membiru karena ketakutan kemudian melumatnya pelan.

Tao meremas ujung jaket Sehun, memukul pelan dada si setan putih namun justru memberi hasil berbeda. Oh Sehun menekan bibirnya semakin dalam, tangannya kini beralih memegangi kedua pipi Tao. Bisa ia dengar jelas suara tarikan nafas Sehun yang panjang dan kemudian hembusan hangatnya menerpa langsung kulit pipinya.

Sialan memang Oh Sehun ini, tapi Tao bisa menolaknya.

“Mmh.” si cerewet menggeliat pelan, kepalanya mulai bergerak berlawanan arah dengan Sehun. Romanya meremang saat sebelah tangan Sehun meraba tengkuk dinginnya, sementara di mulutnya, lidah Sehun mulai bergerak aktif.

Sehun menggeram tertahan saat Tao, entah sengaja atau tidak menggerakkan paha dan menyentuh pangkal tubuhnya. Sekarang giginya ikut bekerja, ia menggigit gemas bibir kenyal Tao kemudian menghisapnya kuat. Sekilas sudut bibir membentuk senyum samar saat lidah Tao gantian menyeruak rongga mulutnya. Sepasang organ tak bertulang yang basah dan licin itu saling membelit dan menekan. Hingga akhirnya, salah satu pemiliknya melepas kontak karena kehabisan nafas.

Tao, tentu saja.

“Kau masih syok?” tanya Sehun cuek sambil mengusap sekitaran bibir Tao yang basah dengan lengan jaketnya.

“Tidak tau, aku mau pulang, kepalaku pusing.” jawab Tao tanpa memandang lawan bercumbunya tadi.

“Oke, kita lanjutkan di rumah. Di kamarmu, atau kamarku?”

“Lanjutkan kepalamu! Aku mau istirahat bendan!”

Fin

Tentang Setan Putih

Jung cantik yang sejak usianya menjejak sepuluh tahun sudah menjadi tanggung jawab keluarga Oh itu melangkah gontai menyusuri koridor beralaskan karpet tebal berwarna coklat tua yang meredam suara langkahnya. Sepulang kuliah, ia bersama salah satu tangan kanan Tuan Besar Oh menjalankan tugas rahasianya menguntit seorang pemuda Cina bermarga Huang, mencari tau seluk beluk tentang si Cina itu pelan-pelan.

 

Dan sebagian informasi yang sudah ia dapatkan hari ini, siap ia serahkan pada Tuan Besar Oh. Wajahnya lesu, ada pertentangan batin terjadi dalam dirinya saat melakukan ini. Rasanya seperti menghianati Oh Sehun. Jung Soo Jung tau betul kalau Sehun tak akan pernah mau kembali ke rumah ini, walau diseret paksa sekalipun. Anak tunggal keluarga Oh itu sudah terlanjur terluka hatinya atas perlakuan sang orang tua yang selama ini tak benar-benar ada di sisinya sebagai orang tua semestinya.

 

Dan jika ada yang benar-benar terasa seperti keluarga bagi Sehun di rumah itu, mereka adalah Soo Jung dan beberapa pelayan keluarga Oh.

 

“Abeonim. Ini, yang abeonim minta kemarin.” Soo Jung meletakkan tablet di tangannya ke atas meja kerja Tuan Oh penuh hormat lalu berdiri kaku di tepi meja. Tuan Oh memasang kacamatanya kemudian dengan seksama membaca tiap baris kalimat yang tertera di layar sambil sesekali mengerutkan alisnya.

 

 

 

………………………..

 

“Eh, yang…kemarin itu, siapa?” tanya Tao iseng-iseng sambil melirik Sehun yang tengah asyik menonton televisi di sampingnya. Merasa pertanyaannya tak digubris, si Cina cerewet berdecih lalu beranjak dari duduknya dan melangkah kesal menuju lemari pendingin, mengeluarkan sebotol air dari dalam sana lalu menenggak isinya dengan suara yang sengaja dibuat nyaring.

 

“Itu Soo Jung, dia tinggal di rumahku.” Si setan putih kemudian menjawab, dan Tao tersedak seketika. Mendengar suara aneh di belakangnya, Sehunpun menoleh dengan alis terangkat.

 

 

“Cemburumu berlebihan.” Ejek si Oh tampan lalu melompat dari belakang sofa dan menghampiri Tao lalu mengusap cuek sisa air di sekitar mulut Tao dengan lengan jaketnya.

 

“Siapa yang cemburu, aku cuma tanya.” Elak Tao lalu menepis dan memelintir pelan tangan Sehun yang mulai iseng mencubiti pipinya.

 

“Ya, ya, aku bukan teman latihanmu ya Kungfu Panda!”

 

Tao melepas tangannya sambil mencibir kesal, sementara Sehun hanya tertawa-tawa lalu merangkul si Panda tersayang kembali ke sofa. Senyum si setan merekah sempurna mendapati si cerewet tukang marah-marah di sebelahnya ini menurut saja saat ia menuntunnya kembali duduk.

 

“Tao-a, kau rindu rumahmu tidak?” kini Oh Sehun berperan sebagai pembuka acara begitu mereka berdua sudah kembali duduk santai di atas sofa.

 

“Tentu saja, aku rindu ayah dan ibuku. Kau sendiri?” Tao menoleh kearah Sehun matanya mengerjap beberapa kali. Ia seperti disentak pelan saat melihat ekspresi yang ditunjukkan Sehun saat ini. si Oh yang suka semena-mena itu menunduk, tatapannya kosong sementara bibir menggurat senyum miris. Cepat-cepat Tao mengalihkan pandangnnya kearah lain begitu Sehun mengangkat wajah dan balas menoleh.

 

“Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kurindukan dari sana, dari mereka.” Gumam Sehun kemudian tertawa hampa. Sambil menyesap bibir bawahnya, Sehun kemudian menempelkan punggungnya di sandaran sofa dan menghela nafas panjang.

 

 

“Tao-a,” ia lalu memanggil nama pemuda di sampingnya pelan, membuat sang empunya nama tentu saja langsung menoleh sebagai respon.

 

“Hm?”

 

“Kau pernah duduk sendirian meringkuk di depan pohon natal saat malam natal?”

 

“Aku tak pernah sendirian saat malam natal.”

 

“Aku sering. Saat anak-anak diluar sana mengharap kedatangan Santa, aku lebih berharap kedua orangtuaku yang datang.”

 

Hening. Suara Sehun terdengar bergetar di ujung cerita pendeknya barusan. Dan dari sudut matanya, Tao bisa melihat kalau Sehun tengah mendongak, menutup matanya rapat-rapat dengan sebelah tangan yang terkepal diletakkan di pangkal hidungnya. Ini tak biasanya.

 

Sepertinya Tao mengerti apa yang tengah dirasakan adam di sampingnya ini. Tanpa berucap apapun, Ia mengulurkan tangannya meraih tangan Sehun yang berdiam lalu menggenggamnya pelan.

 

“Mungkin natal tahun ini, kau takkan sendirian lagi.” Gumam Tao sambil sesekali melirik Sehun. Ini pertama kalinya ia yang “memulai pergerakan” dan tak bisa diindahkan lagi rona merah di wajahnya. Aduh, sialan memang.

 

Sehun membuka matanya yang sedikit merah, ia menatap Huang Zi Tao penuh syukur lalu membalas genggaman tangan si Cina cerewet.

 

 

“Gomawo, Kungfu Panda.”

 

“Mm, sama-sama.”

 

“Jadi, malam ini kita tidur bersama?”

 

“Kepalamu!”

 

 

Fin

Sebelum Tao Mandi

“Temani aku mandi.” ucap Tao datar begitu pintu tetangganya terbuka. Sambil menguap Oh Sehun hanya mengangguk-angguk lalu mengekor langkah Tao menuju flatnya. Tanpa perlu dikomando lagi, si setan putih menarik lesu bangku kecil di dekat pintu kemar mandi Tao lalu duduk meneruskan tidurnya disana.

“Jangan tidur bendan!” sentak Tao sambil menarik daun telinga Sehun.

“Sakit!” pekik Sehun lalu menepis kasar tangan Tao dan mengusap telinganya yang memerah, ia mendongak dan menatap sebal Cina cerewet di depannya lalu serta merta tangannya menarik pergelangan tangan Tao, membuat pemuda itu jatuh terduduk di pangkuan Sehun dalam posisi menyamping.

“Kau sudah melakukan kekerasan ya kungfu panda, dan kau harus bertanggung jawab.” gumam Sehun di telinga Tao lalu perlahan meraih dagu tetangganya itu agar menoleh padanya.

Tao seperti disihir, hangat tubuh Sehun yang melingkupinya seperti punya pengaruh dan kendali tersendiri atas dirinya. Otak dan raganya saling bertolak, ia ingin berdiri tapi tubuhnya malah semakin merapat pada si setan putih.

“Aku-mau-mandi-Sehun.” Tao tersengal, matanya enggan beradu pandang dengan Sehun. Dan bukan Oh Sehun namanya kalau langsung mengabulkan ucapan Tao.

“Tanggung-jawab-Huang-Zi-Tao.” balas Sehun dengan intonasi yang sama lalu menempelkan ujung hidungnya di hidung Tao.

Tao mengernyit, pada akhirnya ia menatap Sehun. Dan detik itu pula ia kalah telak, tak bisa berkutik, mati kutu. Satu-satunya gerakan yang dibuatnya hanya mengerjap cepat saat bibir Sehun mulai menggapai bibirnya. Menghisap pelan, sedikit demi sedikit.

Jantungnya, jantungnya berlompatan di dalam sana. Seperti gendang yang tengah bertalu, Huang Zi Tao masih membuka mata sementara setan putih di depannya sudah terpejam dan tangannya memeluk hangat pinggul Tao.

Oh Sehun menghembuskan nafas hangatnya sesekali di wajah Tao sementara tangannya mulai kurang ajar menyusup di balik kaus Tao, menyentuh langsung kulit punggung si panda dengan telapak tangannya.

Tao melenguh pelan, sengatan di punggungnya membuat darahnya berdesir dan mendorongnya untuk membalas perlakuan Sehun. Dikecupnya lamban bibir Sehun lalu masih malu-malu ia membuka mulutnya, mengijinkan lidah basah yang licin itu berkunjung ke rongga mulutnya, menyapa setiap deret giginya lalu dengan nakal menggelitik langit-langit mulutnya.

Sejenak tautan yang basah dan panas itu terlepas. Dua orang pelakunya berebut oksigen dalam diam dan mata yang terkadang saling melempar pandang.

“Sudah mandi sana, sekarang aku sudah tidak ngantuk lagi. Terimakasih.” ucap Sehun enteng sambil menyeka bibirnya yang basah entah itu karena liurnya atau liur Tao, atau campuran keduanya. Ia terkekeh geli melihat wajah Tao yang memerah padam. Dalam hati ia berdoa agar Tao segera menjauh darinya, sebelum ia kehilangan kendali dan melakukan hal yang lebih kurang ajar dari ini.

“Dasar mesum.” cibir Tao lalu segera beranjak dari pangkuan Sehun dan melangkah kasar menuju kamar mandi.

“Hei, Tao.” panggil si Oh yang bibirnya tampak lembab lalu beranjak dari duduknya mendekati Tao yang berhenti di depan pintu kamar mandi. Si setan menyeringai penuh maksud dan perasaan Tao tidak enak.

“Kutemani di dalam boleh?”

Huang Zi Tao melotot lalu dengan cepat ia melesat masuk dan membanting pintu kamar mandi tepat di depan wajah Sehun.

Brak!

“DUDUK DISITU DAN TUNGGU SAMPAI SELESAI!”

Teriak si cerewet dari dalam. Sehun memasang wajah muak lalu menggosok-gosok telinganya.

“Geurae geurae!! Eish.”

Fin

Trouble

Oh Sehun langsung mengoper bola basket yang sejak tadi berada di bawah kuasanya pada Kim Jongin – si kulit gelap – teman sekelasnya saat dari sudut matanya ia menangkap sosok Huang Zi Tao yang baru keluar dari gedung olahraga kampus mereka dan tampak sedang tertawa-tawa dengan teman-teman satu jurusannya. Ujung lidah si setan putih menyusup keluar dari sela bibirnya kemudian membasahi bibir bawahnya cepat sembari memutar langkah menuju tepi lapangan, lalu menyambar ransel dan jaketnya.

 

“Oy, aku pulang duluan!” serunya pada tiga orang pemuda yang masih tertinggal di lapangan sambil lalu menenggak air mineralnya sambil mengayun langkah santai melewati gerombolan pemandu sorak yang langsung dengan serempak menoleh pada si jangkung yang memang menjadi idola para hawa di kampus ini.

 

Dan bagi Oh Sehun, sekalipun ribuan pasang mata para hawa mengarah penuh damba padanya dalam waktu bersamaan bukanlah hal yang harus membuatnya bangga. Ia tak perlu banyak, hanya perlu satu…dari pasang mata milik Huang Zi Tao yang sebenarnya lebih sering memandangnya murka ketimbang mendamba.

 

 

Sementara Kungfu Pandanya masih sibuk bercengkrama dengan teman satu tim, Sehun hanya melangkah santai dengan jarak tak begitu jauh di belakang mereka sambil terkadang menajamkan pendengaran, sekedar ingin tahu apa yang diobrolkan Tao dengan teman-temannya karena sejak tadi si Cina cerewet itu terus tersenyum lebar. Berbanding terbalik saat berada dengannya, tetangganya itu lebih sering mengomel dan berteriak. Tak pernah semanis ini. sial.

 

Dan si setan putih bajingan (kata Tao begitu) bersorak pelan saat sayup-sayup ia mendengar kedua teman Tao mengucap pamit lalu berlari kecil meninggalkan si panda sendirian. It’s show time…

 

 

Begitu saja, lengan Oh Sehun mendarat di pundak Tao. Menggaet seenaknya leher si panda lalu tersenyum manis saat yang dirangkul menoleh kaget. Tao memicingkan mata lalu menyodok pelan rusuk Sehun dengan sikunya.

 

“Dengan teman-temanmu kau begitu manis, sudah bertemu denganku jadi iblis begini.” Cibir Sehun tanpa melepas rangkulannya sementara Tao menggerutu tak jelas.

 

“Kau yang iblis.” Balas Tao tak terima. Wajahnya ia majukan kearah Sehun dan memasang mimic mengancam tapi yang ada justru membuat Sehun tergelak.

 

“Jangan pasang muka begitu. Ini tempat ramai.” Si setan putih berucap tepat di telinga Tao lalu dengan sengaja menghembuskan nafasnya di leher Tao, membuat panda itu meremang seketika lalu mengumpat beruntun dalam hati.

 

“Kenapa kau baru pulang?” tak keberatan dengan lengan Sehun yang berada di pundaknya, Tao mulai mengayun langkah, matanya melirik si Oh tampan.

 

“Aku masuk sore, kelas baru selesai malam. Lalu tadi main basket sebentar.” Sehun menjawab dan tentu saja berbumbu kebohongan. Kelasnya sudah berakhir cukup lama, hanya saja ia ingin pulang bersama tetangganya tersayang ini.

 

“Lapar tidak?” tanya si panda lagi lalu menoleh, tapi kali ini ia menjaga jarak. Takut si setan putih mendadak sinting lalu menyerangnya.

 

“Iya, aku mau makan kau.” Jawab Sehun lalu dengan cepat melepas rangkulannya dan berlari menjauh sebelum Tao menendangnya.

 

“Sialan.” Omel Tao dengan tangan terkepal sementara Sehun hanya tertawa-tawa menghadap kearahnya dan berjalan mundur. Rasanya jadi semakin berapi-api ingin mengerjai si cerewet di depannya ini.

 

“Kenapa? Kau kesal aku hanya bercanda? Yasudah ayo cepat pulang, biar aku bisa memakanmu segera.” Goda Sehun lagi lalu menggigit bibir bawahnya dan menaikkan sebelah alisnya. Demi Tuhan ini sangat menyenangkan.

 

“Setan putih mesum bajingan!” umpat Tao penuh murka lalu mengambil botol air mineral kosong dari samping ranselnya dan melemparnya sekuat tenaga kearah Sehun yang tengah terbahak puas. Wajahnya panas, panas sekali…antara marah dan terbayang ucapan Sehun mengenai “memakannya”.

 

 

 

 

Dan diluar sepengetahuan dua pemuda berbeda bangsa itu, dua pasang mata tengah mengawasi gerak-gerik mereka, dari balik jendela berkaca gelap sebuah sedan yang warnanya hampir senada dengan kelamnya malam di ujung jalan.

 

 

 

“Pria itu, siapa?”

 

“Mungkin teman Sehun abeonim. Mereka tinggal di tempat yang sama.”

 

“Sepertinya mereka akrab. Mulai besok kau cari tau semua tentang pria itu.”

 

“Ye, algesseumnida.”

 

“Kurasa kita bisa menggunakan dia, untuk mengembalikan Sehun.”

 

 

 

Fin

Hug

Seperti malam sebelumnya, ia pulang di waktu yang sama. Dan dalam perjalanan pulangnya kali ini, Huang Zi Tao menyempatkan diri untuk singgah sejenak di sebuah kedai kopi, membeli segelas caramel machiatto untuk dibawa pulang. Bukan, bukan untuk dirinya karena ia sudah cukup minum caffeine traktiran pelatihnya saat ia dan timnya selesai latihan tadi. Ini, sudah jelas untuk si setan putih semena-mena Oh Sehun. Hitung-hitung sebagai balasan atas jajangmyun kemarin malam.

 

 

 

“Kapan kau mau pulang?” gadis cantik bersurai panjang nan lurus itu menatap khawatir pria yang keluar berbarengan dengannya dari mobilnya sendiri. Sementara itu, yang ditanyai – Oh Sehun – hanya menghela nafas pendek kemudian membalas datar tatapan gadis di depannya.

 

“Aku tidak akan pulang. Dan bisakah kau berhenti mencampuri hidupku Soo Jung-a?” ucap Sehun begitu dingin. Ia terlalu malas dengan topik memuakkan macam ini. Lebih-lebih berhadapan dengan Jung Soo Jung, gadis manja yang sudah menjadi kepercayaan kedua orang tuanya.

 

“Ini amanat dari ayah ibumu.” Soo Jung menyentuh lengan Sehun lalu meremasnya pelan. Matanya masih menatap Sehun yang tengah mencibir mendengar ucapannya.

 

“Kalau aku pulang mereka mau apa? Kenapa mendadak peduli begini? Delapan belas tahun aku hidup di rumah itu, kemana saja mereka? Kenapa sekarang tiba-tiba ingin aku berada di rumah?” Sehun menggeram, tubuhnya merunduk mengurangi jarak antara dirinya dan Soo Jung sementara tangannya menyantak kuat atap mobil Soo Jung dengan mata sipitnya yang berkilat marah.

 

 

Pemandangan itu membuat Tao refleks menghentikkan langkahnya, Oh tenang…cup caramel machiatto yang hangat itu masih berada dalam pegangannya, tidak jatuh terhempas ke tanah seperti yang tergambar dalam adegan drama-drama kebanyakan. Si Cina itu memandang diam Oh Sehun yang tengah berada dalam jarak begitu intim dengan seorang wanita yang tentu saja ia tak tahu siapa.

 

Soo Jung adalah yang pertama menyadari keberadaan Tao yang terpaut beberapa langkah dari mereka. Dirinya yang masih shock dengan kelakuan Sehun tadi kemudian mendorong tergesa lelaki di depannya, membuat Sehun lalu ikut menoleh kearah yang sama dengan Soo Jung.

 

“Pulanglah.” Gumam Sehun lalu melangkah tak acuh menjauhi Soo Jung dan beralih menghampiri Tao yang masih terbengong di depan gerbang masuk.

 

“Ayo masuk.” Bahkan Tao yang tau apa-apa juga terkena imbas. Sehun menarik lengannya kasar kemudian menyeret seenaknya panda muda yang masih kebingungan itu.

 

“Sehun-a, itu.. dia sepertinya masih ingin bicara denganmu.” Sanggah Tao sambil menunjuk Soo Jung yang tertunduk di depan mobilnya. Sehun tak menggubris justru semakin kuat mencengkram lengan Tao dan mempercepat langkahnya membuat Tao terkesiap dan berusah mati-matian agar minuman di tangannya tidak tumpah.

 

“Kau kenapa sih?!” bentak Tao lalu menyentak kuat lengannya dari cengkraman Sehun hingga terlepas dan langkah serabutan keduanyapun terhenti di depan tangga setelah pintu masuk. Jika saja tak mengingat para penghuni lain, Tao mungkin sudah berteriak di depan wajah Sehun sekarang juga.

 

Si Setan Putih tersadar, ia diam sejenak kemudian mengusap kasar wajahnya berulang-ulang dan duduk di anak tangga pertama dibarengi sebuah helaan nafas panjang. Ia menunduk, menggeram tak jelas dengan kedua tangan yang mengepal kuat hingga menampakkan urat-urat tangannya yang menonjol dari balik kulit punggung tangannya.

 

“Gwenchana?” tanya Tao pelan dengan logat anehnya. Si cerewet ini kemudian ikut duduk di samping Sehun. Kesalnya meluap entah kemana dan kini berganti dengan cemas. Perlahan di tepuknya pundak Sehun yang masih menunduk itu.

 

“Maaf.” Lirih Sehun begitu ia menegakkan wajahnya kembali. Ia tampak berbeda sekarang, tak ada seringai menyebalkan berikut tatapan sarat intimidasi seperti biasanya. Oh Sehun yang sekarang tampak lemah dan sayu. Tak ada kata yang meluncur dari lisan Tao setelah mendengar permintaan maaf Sehun yang sebenarnya terbilang langka ini, si Kungfu Panda hanya mengangguk samar lalu dengan kikuk menyerahkan cup kertas di tangannya yang beruntung masih hangat isinya pada Sehun.

 

“Aku beli untukmu tadi.” Papar Tao malu-malu. Sehun tersenyum tipis saat menerima pemberian tetangganya tersayang. Ia tampak lebih rileks dari sebelumnya sekarang. Tapi bukannya langsung meyeruput isi cup kertas yang ia terima, Oh Sehun malah meletakkannya di anak tangga kedua lalu kedua lengan kurusnya merengkuh Tao. Membawa si Cina cerewet merapat ke dadanya, memeluknya hangat.

 

 

“W-wei, jangan disini. Nanti ada yang lihat.” protes Tao sambil memukul pelan lengan Sehun yang sudah melingkupi tubuhnya.

 

 

“Diam.” Cetus Sehun lalu membenamkan wajahnya di pundak Tao, menghirup dalam-dalam aroma tubuh si Panda kemudian menghembuskan nafasnya begitu panjang, seolah-olah ia tengah membuang beban sialan yang menggantungi pikiran dan batinnya.

 

Huang Zi Tao akhirnya menyerah, setelah kepalanya berkali-kali menoleh was-was kesana kemari, fokusnya mulai tercurah pada Setan Putih yang mendadak manja ini. Ia memandang lembut belakang kepala Sehun kemudian perlahan, kedua tangannya membalas kaku pelukan Sehun. Sesekali diusap dan ditepuknya punggung pemuda yang suka semena-mena itu.

 

 

 

Fin

Good Morning Baby

Kelopak putih itu mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya benar-benar terbuka dan sang empunya kemudian menoleh lamban ke sekeliling. Oke, ini bukan teritorialnya.

Ini ruang tengah tetangganya. Si Cina berisik yang sekarang tengah berbaring terlelap damai dengan pahanya sebagai bantal. Oh Sehun menguap, kemudian bergerak hati-hati takut panda manis di pangkuannya ini terbangun.

Baiklah, tadi malam ia sengaja tak langsung pulang begitu selesai makan.

Flashback.

“Kenyang.” Sehun meletakkan sumpitnya melintang di atas mangkuk yang sudah kosong, ia menyandar ke belakang dengan kedua telapak tangan sebagai penopang. Tawanya menyembur pelan melihat Huang Zi Tao yang sudah tampak bersih di seberang. Ancamannya bekerja sangat baik ternyata.

“Eh nyalakan televisinya, malam ini ada film bagus.” perintah si Oh sambil menuang air putih dari teko ke gelas kecil yang disiapkan Tao.

“Nyalakan saja sana tv di rumahmu.” gerutu Tao sambil menumpuk mangkuknya dengan mangkuk Sehun kemudian bangkit dan melangkah malas menuju dapur untuk membuangnya. Sehun hanya melirik si panda lalu mencibir.

“Televisiku rusak, masih di tempat reparasi. Aku numpang nonton di sini.” sahut Sehun sambil menggapai remote tv yang terselip di antara bantalan sofa kemudian melompat santai ke atasnya dan mulai menyalakan tv.

“Kepalamu numpang.” gerutu Tao yang masih berada di dapur.

“Ya! Ya! Kungfu Panda, cepat kemari!” sorak Sehun begitu antusias sambil menggerakkan tangannya memberi isyarat pada Tao agar segera datang.

“Jangan bilang kalau yang kau tonton adalah pagelaran pakaian dalam wanit–OH SEHUN MATIKAN TVNYA!” Tao membelalak dan langsung membentak nyaring begitu melihat apa yang ditonton Oh Sehun.

Seorang perempuan, dengan rambut panjang kusut menutupi wajahnya, berikut baju tidur penuh darah dan tengah bergerak terpatah-patah menyusuri lorong. Menyeramkan, bagi itu pemandangan terburuk dan entah kenapa tetangga sintingnya ini malah tampak senang dengan tontonan seperti itu.

“Apa sih, seru begini. Sudah duduk sini.” Sehun menepuk santai ruang kosong di sampingnya, berlagak Tuan rumah.

“Aku tidak suka film horror.” gerutu Tao berusaha tak menatap layar televisi. Sehun mendongak, menatap Tao yang masih berdiri di samping sofa lalu tertawa tak percaya.

“Kau takut hantu? Yang benar saja, lagakmu seperti pendekar dan kau takut hantu? Ahh iya ya, kau kan takut mandi sendiri. Itu karena hantu?”

Wajah Huang Zi Tao memerah padam, ia menggeram marah. Rasanya ingin melempar wajah setan putih di depannya ini dengan televisi. Pasalnya, semua yang di ucapkan Oh Sehun adalah benar, dan sungguh menohok harga dirinya.

“Duduk saja, atau tidur.” Sehun melunak, ia meraih pergelangan tangan Tao, menarik sang Kungfu Panda mendekat ke sofa kemudian membuatnya duduk terhempas di sampingnya.

Kesal, tapi entah kenapa Tao menurut saja. Ia duduk kaku di samping Sehun kemudian memiringkan badannya memunggungi Sehun, meraih headphone yang terserak di rak buku kecil di samping sofa kemudian menyambungkannya ke ponselnya dan mulai memutar musik dengan volume ekstra.

Sehun melirik geli punggung Tao kemudian menarik bantal sofa, mendekapnya rileks dan kembali fokus pada film horror di depannya.

Separuh jalan cerita sudah berlalu, dan Sehun kembali melirik Tao yang masih betah memunggunginya. Tunggu, kepala pemuda itu terkulai di bahu sofa dan terdengar dengkuran pelan. Iseng, Sehun menengok wajah Tao dan ternyata si Cina itu jatuh tertidur.

“Sudah cerewet, keras kepala. Takut sekali aku membawa tvnya kabur sampai rela tidur disini bukan di kamar.” ucap Sehun pelan sambil terkekeh kemudian dengan hati-hati melepas headphone Tao dan menarik pelan si Kungfu Panda lalu ia rebahkan di pangkuannya.

End Of Flashback.

Alisnya terangkat saat Tao menggeliat pelan dan roman-romannya si berisik itu akan terbangun, tak mau ketahuan kalau ia terus memandangi si panda sejak tadi, Oh Sehun lalu dengan kelabakan menarik sebuah majalah dan menutupkannya ke wajahnya dan berpura-pura kembali tidur.

Huang Zi Tao tak membuka mata sepenuhnya, ia masih di ambang kesadaran. Pemuda itu perlahan menegakkan badannya kemudian memekik pelan begitu menyadari apa atau lebih tepatnya siapa yang menjadi bantalnya sepanjang malam.

Di balik majalah fashion itu, Oh Sehun menautkan alis. Dalam hati ia berdoa agar Tao tak menyentuh majalah yang tengah menutupi wajahnya. Dan Tuhan yang Maha Baik akhirnya mengabulkan doa si Setan Putih. Karena selanjutnya, Sehun merasakan Tao langsung beranjak turun dari sofa dan melangkah entah kemana.

Belum sempat Sehun menghela nafasnya lega, tiba-tiba saja majalah di wajahnya terangkat dan refleks ia membuka matanya.

“Zhao An.” sapa Tao begitu tatapan mereka bertemu. Sehun berdeham pelan kemudian membenahi posisi duduknya lebih tegak. Sialan, pahanya kram dan ia tak dapat menahan ringisannya.

“Kenapa tidak membangunkanku tadi malam?” tanya Tao cemberut lalu duduk di samping Sehun yang masih sibuk mengatur nafas dan menangkan jantungnya.

“Tidak sempat, aku terlalu fokus nonton tadi malam.” bohong si Oh karena sesungguhnya ia hanya tak mau si cerewet ini jauh darinya. Tak apa pahanya kram asal ia bisa terus memandang wajah polos Tao yang lebih bersahabat saat tidur.

“Oh Sehun.” panggil Tao lagi namun tanpa memandang lawan bicaranya.

“Apa?” balas Sehun sambil memukul-mukul pahanya sendiri yang masih kebas.

“Kita pacaran bukan?”

Gerakan tangan Sehun terhenti, ia menganga menatap Tao.

“Ternyata kau masih belum mengerti maksudku waktu itu?”

“Anggaplah aku idiot. Jadi?”

“Ya tentu saja bodoh! Kau terlalu sering berlatih bela diri sih, makanya tidak peka. Ah jinjja.”

Tao mengerucutkan bibirnya samar namun sejurus kemudian sudut bibirnya berkedut meretas senyuman. Ia menatap setan putih di sampingnya lalu dengan cepat mengecup pipi tirus itu.

“Kenapa?” Sehun mengerjap sambil memegangi pipinya yang baru disapa si Cina.

“Tidak ada, hanya ingin melakukannya. Ngomong-ngomong terimakasih.” jawab Tao enteng lalu beranjak menuju kamar mandi.

“Heh, kemari.” Tao menunjuk bangku kecil di depan kamar mandinya sambil mengedikkan dagu kearah Sehun yang juga sedang memandangnya.

“Mau mandi bersama?”

“Mandi bersama kepalamu! Duduk disini, tunggu sampai aku selesai.”

Fin